Mengenai Saya

Foto saya
Perempuan kelahiran Kota Malang yang terus belajar, mencoba, lalu berkreasi
Hai! Selamat datang dan selamat menikmati sajian tulisan-tulisan yang semoga bermanfaat ini. Kotak saran dan kritik sangat terbuka, jadi jangan sungkan-sungkan untuk memberikan komentar. Jangan lupa menuliskan sumbernya ya jika mau merujuk tulisan-tulisan di blog ini. Have a nice surf :)

Rabu, 16 Februari 2011

Apa yang Harus Saya Lakukan?

APA YANG HARUS SAYA LAKUKAN
Oleh: Silka Yuanti Draditaswari




Apa yang harus saya lakukan?
Kenapa hati terus mengalir deras di antara angin dan badai yang bersekongkol mengacau?
Ketika benak dan kehidupan bertabrakan dalam rumah
Mental pun terpental
Aku ingin benakku bergandeng tangan bersama kehidupanmu
Namun
Mengapa kehidupanmu mengusirku?

Ketika benak dan kehidupan bertabrakan dalam rumah
Aku ingin melindungi benak seperti aku yang sepantasnya
Karna aku sekarang tak memegang permen kembali
Aku memikul pundak kanan dan pundak kiri
Jadi, mengapa aku harus menyikapinya dengan ingin membeli permen?
Aku tahu. Aku tidak boleh begitu lagi

Ketika benak dan kehidupan bertabrakan dalam rumah
Aku akan berlari menuju pelarian
Namun, kenapa engkau yang lain datang lagi?
Engkau yang lain tak mau mengelusku
Padahal aku ingin belaianmu
Aku haus akan belaian

Ketika benak dan kehidupan bertabrakan dalam rumah
Ketika engkau mengertiku namun aku tak mampu terima
Ketika engkau yang lain mendengarku namun tak mengelusku
Ketika aku maju bergandeng dengan mundur
Ketika itu aku mengakui Tuhanku
Namun aku belum melihatNya

Kapankah aku bisa meraihMu di tengah badai jiwa?

2011

Minggu, 13 Februari 2011

EKRANISASI FILM 'PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN'


Oleh: Silka Yuanti Draditaswari
Mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang


Latar Belakang
Sebuah buku yang kemudian divisualisasikan menjadi sebuah film merupakan sebuah fonemena pada dewasa ini. Secara tanpa kita sadari, tidak terhitung jumlahnya buku yang telah dijadikan film. Bahkan, tak jarang film dari buku itu memiliki keuntungan yang lebih dibanding bukunya sendiri. Salah satunya adalah film Perempuan Berkalung Sorban yang diangkat dari novelnya dengan judul yang sama.
Namun, tidak sedikit pula buku yang difilmkan ini sering membuat kecewa para penggemar buku itu. Karena, seringkali apa yang kita bayangkan dalam benak kita tidak sama dengan apa yang dibuat oleh sutradara. Tetapi, itu semua kembali kepada sutradaranya sendiri. Jika sutradara itu mampu mengangkat, mengutak-atik cerita dan memvisualisasikan cerita di novel dengan baik, maka hasilnya akan baik. Namun, jika sutradara tidak mampu mengangkat, mengutak-atik, dan menvisualisasikannya dengan baik, maka hasilnya akan sebaliknya, gagal.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan membahas tentang ekranisasi karya sasstra Perempuan Berkalung Sorban. Apakah film Perempuan Berkalung Sorban termasuk visualisasi novel yang sukses atau gagal. Sebelum dibahas lebih lanjut, terdapat rumusan-rumusan masalah yang akan dibahas nantinya.
Permasalahannya adalah:
1. Bagaimana perbedaan antara tokoh utama, Annisa, dengan keluarganya?
2. Bagaiamana perbedaan antara Annisa dengan Samsudin?
3. Bagaimana perbedaan antara Annisa dengan Lek Khudori?
4. Bagaimana perbedaan antara Annisa dengan hal-hal lainnya?
5. Bagaimana alur cerita novel dan film Perempuan Berkalung Sorban?
Bertolak dari permasalahan tersebut, maka tujuan dari artikel ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa saja perbedaan cerita Annisa dengan keluarga.
2. Untuk mengetahui apa saja perbedaan cerita Annisa dengan Samsudin
3. Untuk mengetahui apa saja perbedaan cerita Annisa dengan Lek
Khudori.
4. Untuk mengetahui apa saja perbedaan cerita Annisa dengan hal-hal
yang lain.
5. Untuk mengetahui apakah alur yang digunakan berbeda atau tidak.

Ekranisasi Hubungan Annisa dengan Keluarganya
Perbedaan antara film dan novel “Perempuan Berkalung Sorban” ini sudah dimulai dari awal adegan film. Film dibuka dengan adegan ketika Annisa, tokoh utama, belajar naik kuda, dia dimarahi oleh Uminya, “Berapa kali Ibu bilang. Anak perempuan itu gak boleh pencilak’an!”. Mengetahui itu, Abi Annisa langsung memarahinya. Dia tidak suka Annisa mengendarai kuda, karna menurut Abi, menaiki kuda adalah hak khusus laki-laki.
Di novel tidak menuliskan hal adegan seperti di atas. Dalam novel dituliskan bahwa Annisa sedang bermain-main dengan kedua kakak lelakinya di sawah tanpa sepengatahuan kedua orang mereka. Kemudian Umi dan Abi Annisa memanggilnya untuk menegurnya agar jangan bermain seperti laki-laki. Nisa yang tidak suka diatur kemudian protes kepada Abi, “Iya. Memangnya kenapa, Pak? Tidak boleh? Kak Rizal juga belajar naik kuda.”. Abi yang bersifat keras memarahi Nisa, “Ow… Ow… Ow…jadi begitu. Apa Ibu belum mengatakan padamu kalau naik kuda hanya pantas dipelajari oleh kakakmu Rizal, atau kakakmu Wildan. Kau tahu, mengapa? Sebab kau ini anak perempuan, Nisa. Nggak pantas, anak perempuan kok naik kuda, pencilakan, apalagi keluyuran mengelilingi ladang, sampai ke blumbang segala. Memalukan! Kau ini sudah besar masih bodoh juga, hehh!!”.
Sutradara telah mengambil keputusan yang tepat untuk menyingkat paparan yang begitu panjang di novel itu. Karena, tulisan ini jika dibuat adegan akan membutuhkan waktu yang sangat panjang. Maka oleh sutradara, tulisan itu dipersingat langsung kepada intisari masalahnya bahwa Annisa sangat bertekad untuk belajar menaiki kuda.
Untuk mempertegas bahwa sejak kecil Annisa secara tidak langsung memperjuangkan hak feminisnya, sutradara membuat satu adegan. Adegan itu adalah ketika Annisa menang dalam pemilihan ketua kelas, namun ia tidak menjadi ketua kelas karena guru Annisa tidak membolehkan perempuan menjadi seorang pemimpin. Karena Annisa sebal, akhirnya dia kabur dari sekolah. Abi yang mengetahui hal itu langsung menyeret Annisa ke kamar mandi dan menyiramnya dengan air.
Pemberontakan Annisa di atas dibuat frontal karna sutradara menginginkan gambaran penegasan bahwa Annisa sudah memperjuangkan hak kesetaraan gendernya sejak ia kecil. Namun, pemberontakannya waktu kecil ini menjadikan gambaran pada penikmat karya sastra tertentu. Bahwa ternyata Annisa adalah seorang anak kecil yang sangat nakal. Karena, anak kecil yang melakukan pemberontakan seperti itu dinilai sangat berani dan kurang sesuai dengan sifatnya yang masih anak kecil.
Dalam novel, pergolakan Annisa ketika menduduki bangku SD tidak sefrontal adegan di atas. Annisa waktu itu masihlah anak kecil yang lugu, yang hanya sekadar ingin tahu. Dia hanya ingin tahu tentang penjelasan gurunya yang menurut Annisa tidak adil bagi kaum perempuan. Pertanyaannya seperti, “Kakek saya pernah bilang, katanya mereka sedang membicarakan urusan laki-laki. Apa ke kantor itu termasuk urusan laki-laki, Pak Guru?”.
Persamaan cerita muncul ketika Annisa dan Aisyah, temannya, pergi ke bioskop untuk menonton film. Awalnya Aisyah menolak karena dia tahu, pergi ke bioskop dilarang. Menurut ajaran Nyai ???, jika kita pergi ke tempat bioskop hanya sekadar untuk menonton sama saja kita pergi ke tempat maksiat untuk menonton maksiat. Haram hukumnya Namun, Annisa yang bersifat selalu ingin tahu memaksa Aisyah untuk mengikutinya. Dan akhirnya pun Aisyah menemani Annisa.
Perbedaan kembali muncul. Selain perbedaan umur Annisa dan Aisyah yang jika pada novel masih duduk di bangku kelas 5 SD, perbedaannya berada pada tokoh lelaki yang menggoda mereka di bioskop.
Jika di novel diceritakan bahwa lelaki itu bercirikan seperti yang ditulis berikut ini. “Seorang lelaki hitam bertubuh pendek dengan perut menonjol sembilan senti ke depan …”. Kemudian, ciri lainnya disebutkan kembali, “Terlihat giginya yang kuning kecoklat-coklatan di antara gusinya yang berlobang dan empat taring merah menyeringai seakan Drakula dalam buku komik kesukaan Rizal.”
Sedangkan di film, ciri-ciri dari lelaki yang disebutkan tidak satu pun muncul.
Ciri-ciri lelaki di film divisualisasikan dengan tubuh kurus, tinggi. Tidak ada perut yang menonjol sepanjang sembilan cm. Gusi yang berlobang, juga gigi empat taring sama sekali tidak ada. Namun, hal ini sama sekali tidak berpengaruh dalam cerita. Hanya saja perbedaan ini mengaburkan bayangan lelaki seram yang ada di novel.
Kemudian, cerita di novel ketika Annisa dan Aisyah ditolong oleh Pak Tasmin tidak sama dengan film. Di film, Annisa dan Aisyah ditolong oleh dua santri yang tidak tahu mengapa tiba-tiba berada di pasar.
Dua santri yang menggantikan Pak Tasmin dalam novel dimunculkan karena untuk mempraktiskan paparan cerita di novel yang terkesan aneh jika divisualisasikan. Paparan itu adalah, “Tetapi, seminggu kemudian, berita itu telah sampai ke telinga Bapak, tanpa kutahu angin puyuh dari mana yang telah mengabarkannya.”. Jika paparan itu divisualisasikan dengan sama, maka terkesan aneh. Bagaimana bisa Abi Annisa tahu berita itu tanpa ada adegan orang yang memberitahu tentang peristiwa bioskop itu.
Lalu, Abinya yang mengetahui Annisa pergi ke bioskop menjadi sangat berang hingga menampar pipi Annisa. Karna dia sudah tidak kuat dengan Annisa yang seringkali melanggar memberontak peraturan-peraturan pesantren.
Dalam novel, tidak ada penjelasan Abinya menampar Annisa. Yang dipaparkan hanya Abi Annisa yang berang padanya. Perbedaan watak tokoh Abi atau Ayah dari Annisa adalah takaran sifat kerasnya. Jika di novel Abi masih bisa melunak dan bercanda dengan Annisa. Hal itu dijelaskan dalam penggalan kalimat berikut, “Lho, lho, lho…kok malah su’udzon,” kata Bapak sambil mengusap rambutku.”. kalimat itu menunjukkan bahwa Abi Annisa berwatak keras namun masih mampu melunak.
Sedangkan dalam novel digambarkan bahwa Abi Annisa itu berwatak sangat keras. Seolah-olah dia tidak pernah memberi belaian kasih sayang untuk Annisa. Di film ini, Abi Annisa ditegaskan wataknya sebagai Abi yang pilih kasih anak laki-lakinya dan anak perempuannya. Watak Abi yang berada di film ini seperti mewakilkan bahwa kehormatan seorang Kyai pesantren harus dijaga. Apapun caranya, kehormatan itu tidak boleh berubah menjadi jelek di mata orang luar. Hal ini didukung dengan perkataan Abi dalam film, “Kalau sampai orang tusa santri tahu anaknya Kyai seperti ini, siapa yang mau menitipkan anaknya di pesantren ini lagi?!”. Watak Abi yang begitu keras ini menggambarkan bahwa Kyai (Abi dari Annisa) lebih memelihara kepentingan pesantren daripada anaknya sendiri. Sikap tersebut mampu menimbulkan image yang tidak baik terhadap Kyai-kyai pesantren dalam dunia nyata ketika penonton menikmati film ini.
Akibat dari peristiwa bioskop itu, baik dalam novel maupun film adalah Annisa tidak diperbolehkan untuk keluar dari pesantren. Paparan yang ada di novel seperti, “Kemudian, Bapak mulai membuat peraturan-peraturan baru untukku.”. Tulisan ini divisualisasikan dengan adegan ketika Annisa yang ingin membeli pembalut, namun tidak diperbolehkan oleh santriwati yang mengawasi Annisa.
Dalam film ini, adegan dilanjutkan dengan adegan dimana Annisa menerima surat yang memberitahukan bahwa dia diterima di Universitas Islam Yogya.
Annisa yang sangat gembira langsung memberitahukan berita ini kepada Abinya. Sayangnya Abi tidak menginjinkan Annisa untuk kuliah di Yogyakarta. Abi memiliki alasan bahwa sebaiknya Annisa menjalani rumah tangga dengan baik dan benar. Perempuan tidak perlu untuk sekolah tinggi. Karena tidak ada gunanya. Bagi Abi, yang perlu sekolah tinggi hanyalah laki-laki. Karena, laki-laki akan menjadi seorang pemimpin. Hal ini dicontohkan seperti kedua kakak Annisa, yaitu Rizal dan Wildan yang telah menjalani sekolah tinggi di luar kota. Selain itu, Annisa tidak diperbolehkan pergi jauh dari pesantren karena dia belum dimuhrimkan dengan orang lain. Peristiwa ini nantinya akan berujung pada perjodohan anak dua Kyai, yaitu pernikahan antara Annisa dengan Samsudin, anak Kyai Hanan yang merupakan sahabat dari Abi Annisa.
Sedangkan penjelasan di novel mengapa akhirnya Annisa dinikahkan oleh Syamsudin sangatlah berbeda. Di novel dijelaskan bahwa latar belakang mengapa Annisa dinikahkan paksa oleh Samsudin karena pertama, Keluarga Annisa mempunyai hutang budi pada Kyai Hanan. Karena, Kyai Hananlah yang selama ini membiayayai pondok pesantren milik Abi Annisa itu. Yang kedua adalah Annisa, yang sifatnya cenderung berani, tegas, dan memberontak diharapkan bisa menangani Syamsudin yang bersifat nakal sampai orangtuanya sendiri tidak mampu menangani dia.
Walaupun terdapat adegan dimana Ibu-ibu di pasar menggosipkan penyebab mengapa Annisa dinikahkan dengan Samsudin yang alasannya sama seperti di novel, tetap saja hal ini tidak membuktikan bahwa alasan pernikahan yang ada di film dan novel sama. Karena, yang mengatakan itu adalah Ibu-ibu yang tidak ada hubungan keluarga dengan Annisa dan Samsudin. Jika yang mengatakan alasan Annisa dinikahkan karena untuk menangani Saamsudin adalah keluarganya, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan alasan antara film dan novel.

Ekranisasi Kehidupan Rumah Tangga Annisa dengan Samsudin
Satu hal yang perlu ditekankan dalam makalah ini adalah bahwa terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara film dan novel ‘Perempuan Berkalung Sorban’ ini. Perbedaan itu terletak pada umur Annisa. Dalam novel Annisa menikah dengan Samsudin ketika ia baru lulus SD, atau bisa dikatakan ketika itu umur Annisa adalah 12 tahun. Sedangkan, dalam film Annisa menikah pada umur 17 tahun, sesaat setelah dia lulus SMA.
Perbedaan yang mencolok ini merupakan perubahan tepat yang dilakukan oleh sang sutradara. Jika pernikahan yang ada di film diperankan oleh Annisa yang berumur 12 tahun, maka yang terjadi nantinya akan ada pencekalan terhadap film ‘Perempuan Berkalung Sorban’ ini. Karena, pada nantinya anak 12 tahun ini diharuskan untuk melakukan banyak adegan-adegan orang dewasa (seks, mencium bagian tubuh) yang kurang lazim jika dimainkan anak kecil. Hal ini juga bisa berpengaruh bagi anak kecil yang bila menonton film ini akan dengan mudah mengerti hubungan dewasa tersebut.
Tidak baik juga untuk memvisualisasikan anak berumur 12 tahun menjalani sebuah kehidupan rumah tangga yang berat dan penuh tekanan. Walaupun dalam kenyataannya terdapat suatu peristiwa pernikahan di bawah umur, namun hal itu baru terjadi sekali, yang diketahui oleh khalayak umum. Itu pun tidak diketahui apakah fenomena penindasan istri di bawah umur terjadi sekarang ini atau tidak. Maka dari itu, untuk menghindari pencekalan, sutradara mengubah usia Annisa pada segmen ini menjadi 17 tahun, tanpa mengurangi apa pesan yang akan disampaikan oleh karya sastra ini.
Pada dasarnya, semua adegan peristiwa yang terjadi di rumah tangga Annisa dan Samsudin mulai dari Samsudin yang memaksa Annisa untuk melakukan hubungan suami istri, hingga Annisa yang disiksa cukup menggambarkan apa yang ditulis di novel. Visualisasi penjelasan di atas dapat dilihat seperti potongan-potongan adegan di bawah ini.
Setelah adegan ini, muncul adegan flashback dimana ketika guru Annisa di pesantren menerangkan seperti berikut, “Seorang wanita, wajib melayani suaminya. Bahkan apabila suami mengajak berzima, kemudian istrinya mengulur-ulur waktu sampai istrinya tertidur, maka laknatullah akan menimpanya.”.
Annisa yang ketika itu menginjak bangku SMA bertanya kepada Ustadz Ali, “Jika seorang istri meminta suaminya untuk melayani dan suami menunda-nunda, apa hukuman bagi suami? Jika suami menceraikan istri namun sang istri telah berusaha mempertahankan pernikahannya, apa hukuman bagi suami?”.
Ustadz Ali yang tidak suka dengan pertanyaan Nisa, dia menjawab, “Itu namanya perempuan gatal!”. Jika dibandingkan dalam novel, pada dasarnya pertanyaan dan jawabannya sama saja.
Untuk penjelasan adegan di atas bahwa istri masih bisa meminta untuk dilayani oleh suami. Jika suami menolak, istri harus menurut pada suami. Suami memang tidak mendapatkan dosa. Karena suami merupakan imam keluarga. Namun, dijelaskan dalam surat An-Nisa bahwa istri berhak untuk menerima hak materi dan batin. Maka, suami yang baik adalah suami yang mampu memberikan hak-hak tersebut dengan adil dan tepat pada waktunya. Ketika suami terus menolak ajakan istrinya, maka suamilah yang mendapatkan dosa. Karna dia tidak memberi nafkah batin kepada istrinya.
Namun, dalam film pertanyaan dan penjelasan yang ada di atas tidak disinggung, dijawab, dituntaskan sama sekali hingga akhir film. Hal ini membuat penonton penasaran, “Jadi, bagaimana yang benar?”. Sebaiknya, sutradara menyinggung sedikit tentang pertanyaan dan penjelasan di atas. Agar rasa penasaran penonton dapat terobati, walaupu sedikit. Rasa penasaran seperti ini harus diarah oleh sutradara sendiri. Karena, rasa penasaran itu bisa muncul ke negatif atau positif. Jika respon yang positif bisa dicontohkan seperti penjelasan di atas. Tetapi, jika respon negatif maka bisa muncul anggapan seperti contoh, “Oh, jadi suamiku sudah dosa besar karena di menolak untuk melayaniku.”. padahal, suaminya baru menolak satu kali. Oleh karena itu, sebaiknya pertanyaan-pertanyaan yang mampu membuat penasaran sebaiknya diarahkan nantinya pada jawabannya.
Adegan ini jika dibandingkan dengan novel pada dasarnya sama saja. Jadi, tidak ada permasalahan yang mencolok pada adegan ini.
Adegan berikutnya adalah adegan yang sama sekali tidak dijelaskan di novel. Adegan ini menampilkan kemarahan Samsudin karena dia belum mempunyai momongan dan kemudian ia memperkosa Annisa secara paksa. Annisa yang sudah tidak kuat langsung menendang Samsudin dan mengambil gunting, mengancam membunuhnya.
Kemudian, Annisa dangan segera mengambil tasnya dan berniat untuk kembali ke pesantren. Tiba-tiba Samsudin mencegah Annisa dan memohon-mohon agar dia tidak pulang kembali ke pesantren.
Samsudin mencegahnya bukan karena dia tidak mau kehilangan Annisa. Melainkan karena dia takut jika Annisa nanti pulang ke pesantren, dia akan menceritakan semua yang Samsudin lakukan kepada Annisa. Jika Kyai Hanan dan Abi Annisa mengetahui perbuatan Samsudin, maka tidak tanggung-tanggung pasti Samsudin dihukum.
Adegan ini sebenarnya tidak ada dalam novel. Adegan ini adalah adegan tambahan dari sutradara. Penambahan adegan ini ditujukan agar emosi penonton meningkat ketika melihat perjuangan Annisa yang hendak pulang namun dihadang oleh Samsudin. Agar penonton menyadari pula bahwa betapa berat perjuangan Annisa yang menanggung tekanan batin pernikahannya dengan Samsudin yang tidak dia ceritakan pada siapapun.
Adegan berikutnya adalah ketika datang seorang wanita yang bernama Kalsum meminta pertanggungjawaban Samsudin atas bayi yang dikandungnya. Dalam novel dan film digambarkan sama bahwa Annisa tidak perduli dengan kehadiran Kalsum di rumah.
Namun, perbedaannya adalah sutradara menambahkan adegan dimana Kyai Hanan mengijinkan Samsudin menikah lagi atau berpoligami dengan Kalsum.
Adegan ini ditambahkan untuk menyampaikan bahwa berpoligami pada islam diperbolehkan hingga empat kali. Dengan syarat suami mampu berbuat adil kepada istri-istrinya. Namun, Samsudin di sini terbukti tidak berbuat adil. Justru dia tidak pernah menyentuh karena dia memuaskan hawa nafsunya pada kalsum tanpa henti.
Annisa menjadi sedih ketika dia dikatakan oleh Hj. Hanan bahwa Annisa tidak mampu untuk melayani suaminya. Annisa yang tidak tahu berbuat apa menjadi sangat terpuruk dan sedih. Karena dia terhimpit dalam keadaan sebenarnya yang tidak diketahui oleh keluarga kedua belah pihak
Adegan selanjutnya yang dibahasa di makalah ini adalah adegan Annisa meminta ijin kepada Samsudin untuk pulang ke Pesantren Al-Huda karena ada acara syukuran kedatangan Lek Khudori di sana. Di adegan ini Annisa yang terus berbicara meminta ijin tidak digubris oleh Samsudin yang sedang bermain dengan anaknya bersama Kalsum.
Annisa yang merasa tidak diperhatikan dan tidak dihiraukan pergi meninggalkan tempat karena malas dengan Samsudin yang terus bermain dengan anaknya. Ketika Annisa meninggalkan tempat, Samsudin baru memarahi Annisa. Karna, menurut Samsudin Annisa main pulang dan pergi saja. Tidak pernah meminta ijin. Padahal sebenarnya Annisa sudah menjelaskan panjang lebar dia mau pulang.
Adegan ini merupakan adegan tambahan juga dari sutradara. Namun, adegan ini sepertinya tidak ada pengaruhnya bagi cerita. Adegan ini tidak mempunyai titik emosi yang mampu meningkatkan emosi penonton. Jadi adegan Annisa meminta ijin kepada Samsudin ini sebaiknya tidak usah dibuat terlalu panjang.
Adegan Annisa dengan Samsudin meloncat ke pesantren dimana Samsudin memergoki Annisa sedang mencium tangan Lek Khudori.
Samsudin tidak terima Annisa bermain belakang dengannya. Maka, Samsudin mengikat Nisa dengan sorbannya. Lek Khudori dihajar oleh dua santri suruhan Samsudin.
Warga Pesantren Al-Huda, termasuk Abi Annisa, Umi dan lain-lain, yang mendengar adanya kericuhan langsung menuju ke tempat kejadian untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Samsudin yang telah tersulut emosi langsung bercerita bahwa istrinya, Annisa telah berzina dengan Lek Khudori. Samsudin juga menunjukkan kerudung yang dilepas sebagai bukti perzinaan Annisa dengan Lek Khudori. Seketika itu juga Samsudin menceraikan Annisa dan langsung menyuruh warga pesantren memberi hukuman dengan melemparkan batu-batu keras kepada Annisa dan Lek Khudori.
Kyai Harun, yaitu Abi Annisa, yang telah mempunyai penyakit jantung seketika itu juga meninggal karena terperanjat mendengar ucapan Samsudin dan melihat anaknya yang disiksa warga pesantren. Dia tidak menyangka jika masalah yang melibatkan Annisa menjadi selebar itu.
Adegan kerusuhan di pesantren itu sama sekali tidak berdasarkan novel. Melainkan,adegan-adegan itu merupakan adegan tambahan sutradara. Adegan ini sebenarnya mengganti penjelasan Samsudin bercerai dengan Annisa di novelnya. Jika di novel, konflik yang dimunculkan hanyalah biasa. Tidak ada tingkatan emosi yang naik. Samsudin bercerai dengan Annisa karena Annisa akhirnya menceritakan segala sikap buruk Samsudin yang sebenarnya dalam rumah tangga mereka.
Paparan penggalan cerita di atas sama sekali tidak mengubah emosi, mood pembaca menjadi menaik. Malahan terkesan biasa saja, datar. Untuk itu, sutradara merombak total penyebab perceraian Annisa dengan Samsudin semaksimal mungkin hingga mampu menimbulkan decak penonton ketika menonton film ‘Perempuan Berkalung Sorban’.

Ekranisasi Hubungan Annisa dengan Lek Khudori
Dalam novel “Perempuan Berkalung Sorban”, hubungan Annisa dengan Lek Khudori diceritakan sangat dekat. Mulai dari masa kecilnya hingga mereka menjalani rumah tangga. Namun, yang diherankan adalah Lek Khudori, seorang santri yang sangat memegang aturan agama melakukan hal-hal yang bukan mencerminkan dirinya. Seperti contoh ketika perpisahan mereka sebelum Lek Khudori remaja akan meninggalkan Annisa kecil ke Kairo untuk melenjutkan sekolahnya. ‘Kemudian ia (Lek Khudori) menggenggam tanganku (Annisa) dan menciumnya. Itulah kebiasaan yang sering dilakukan olehnya, mencium tanganku dengan sayang. Dan kini pun ia telah menggenggamnya untuk kemudian pelan-pelan diciumnya dengan amat sayang dan penuh perasaan.’.
Sedangkan, di filmnya perpisahan antara Lek Khudori dengan Annisa digambarkan dengan dramatis. Dengan latar pantai dan ombak yang bergemuruh sangat menggambarkan suasana hati Annisa yang sedih, tidak mau ditinggal dan Lek Khudori yang sebenarnya tidak mau berpisah. Adegan ini bertambah manis ketika Annisa mencoba untuk menggenggam tangan Lek Khudori sebelum kepergiannya ke Kairo.
Tulisan-tulisan tentang Lek Khudori yang memeluk Annisa, mencium pipi Annisa, dan sebagainya merupakan bentuk kasih sayangnya. Bentuk kasih sayang ini bukanlah bentuk kasih sayang yang pantas untuk remaja kecil. Karna, bentuk-bentuk itu merupakan bentuk kasih sayang orang dewasa. Maka, jika tulisan itu divisualisasikan tidaklah bagus untuk diperlihatkan. Bagaimana dengan di film? Di film, sutradara memvisualkan Lek Khudori remaja sebagai Lek yang sayang dan menghargai Annisa. Tidak pernah ada seadegan pun Lek memeluk ataupun mencium tangan Annisa. Hanya saja sutradara mengganti bentuk kasih sayang itu dengan adegan dimana Lek Khudori menjiwit hidung Annisa. Selayaknya remaja kecil yang sedang saling suka menyukai.
Walaupun Lek Khudori telah berangkat ke Kairo, Annisa dan Lek tetap saling mengirim surat. Dalam film, mereka saling mengirim surat hingga Annisa menginjak bangku SMA. Untuk mendukung bahwa ketika itu Annisa digambarkan telah berada di bangku SMA, sutradara menambahkan tulisan di pojok kiri bawah layar dengan tulisan ‘7 tahun kemudian’. Lek Khudori pun juga berubah menjadi seorang lelaki dewasa yang tampan.
Namun di novel tidak dituliskan bahwa Annisa telah menginjak bangku SMA. Kejadian surat menyurat masih terjadi ketika Annisa menginjak di bangku SD. Seperti dituliskan di novel, ‘Waktu berlalu begitu cepat. Kini aku menerima rapor dari kelas lima tanpa satu angka pun yang berwarna merah. Bahkan, peringkat rangkingku paling atas dan itu semua berkat dorongan melalui surat-surat Lek Khudori yang menggemuruh penuh cita-cita.’. Mereka masih belum membicarakan hal yang serius karena Annisa masihlah kecil. Annisa masih duduk di kelas 5 SD waktu itu. Jadi isi surat menyurat mereka berisi tentang keceriaan anak kecil sewajarnya.
Dalam film, isi surat-surat itu tentang curahan hati Annisa yang masih belum habis pikir mengapa laki-laki derajatnya lebih tinggi daripada perempuan. Sedangkan, di novel tidak terlalu membahas tentang kesetaraan gender. Namun lebih mengangkat perkembangan hubungan asmara Annisa dengan Lek Khudori.
Wajarlah jika dalam film lebih membahas tentang masalah keserataan gender. Karena, pada dasarnya karya sastra “Perempuan Berkalung Sorban” mengangkat tentang emansipasi perempuan, feminisme perempuan. Sutradara lebih memfokuskan kepada temanya, sedangkan hubungan antara Annisa dan Lek Khudori sebagai bumbu penguat kehidupan Annisa dalam memperjuangkan aspirasinya.
Dari sinilah perbedaan mulai banyak terjadi. Ketika di novel, hubungan Annisa dengan Lek Khudori pada awalnya masih sering kasih kabar hingga Annisa berniat membelikan sebuah buku untuk Lek Khudori. Di film menjadi berbeda. Annisa dan Lek Khudori mulai jarang berkomunikasi. Mereka sudah tidak berkirim selama satu tahun lebih. Sengaja hubungan ini dibuat agak meruncing agar mampu menyambung cerita selanjutnya yang merupakan klimaks kehidupan Annisa nantinya.
Persamaan adegan terjadi ketika Annisa dan temannya, Aisyah pergi ke kantor pos untuk mengirim sesuatu. Jika di novel Annisa mengirimkan sebuah buku puisi karya Kharil Gibran kepada Lek Khudori, di film Annisa mengirim dua surat beasiswa, yaitu ke Kairo dan Yogyakarta. Kiriman yang di film memang dimaksudkan berbeda agar berkesinambungan pada adegan berikutnya, bahwa Annisa nantinya akan diterima di Universitas Islam Yogya.
Pembahasan langsung meloncat pada adegan dimana Annisa yang kondisinya tersiksa karena menikah dengan Samsudin, akhirnya bisa bertemu kembali dengan Lek Khudori. Namun, dalam film suasana yang diciptakan ketika mereka bertemu adalah suasana canggung. Lek Khudori yang sudah lama meninggalkan Annisa menjadi takut kepada Annisa karna Lek Khudori telah meninggalkannya ke Kairo. Annisa sendiri juga digambarkan ia tidak tahu mau berbuat apa.
Di novel dipaparkan bahwa pertemuan Annisa dengan Lek Khudori sangat ceria, tidak ada tangisan. Hal itu dijelaskan dengan kalimat-kalimat, “Aku nervous. Jika mungkin, akan kuteriakkan namanya (Lek Khudori) dengan speaker untuk membalas sapanya. Tetapi aku tahu diri dan menyembunyikan perasaan gembira yang meuap-luap di hadapan banyak orang. “. Dan yang dirasakan Annisa ketika bertemu Leknya adalah ketenangan hati yang selama ini ia cari sejak Lek Khudori pergi ke Kairo.
Di novel juga digambarkan bahwa Lek Khudori bertemu Nisa sangat gembira sekali. Tidak ada rasa canggung atau menghormati Nisa sebagai wanita yang dihormatinya. Namun Lek menyambut Annisa layaknya sebagai kekasih yang sudah lama berpisah. Hal ini dijelaskan melalui kalimat, “Dan ketika hanya berdua di ruang makan, kami berpelukan unuk yang kedua kali. Ia membanjiri ciuman di pipi dan mengecup keningku dengan tekanan khusus.”.
Sedangkan di film diterangkan bahwa Annisa tidak terima dengan kepergiannya Lek Khudori ke Kairo. Dia mempertanyakan mengapa Lek Khudori meninggalkannya. Lek Khudori dalam film ini sangat menghormati Annisa, terbukti dengan ucapan yang diujar olehnya, “Aku takut terhanyut dalam perasaanku yang gag pantas buat kamu Nis.”.
Jelas terlihat bahwa Lek Khudori adalah orang yang sangat menghargai dan menyayangi Annisa pada film ini. Tidak seperti yang ada dalam novel. Lek Khudori yang ada dalam novel terlihat sayang dan agresif dengan Annisa. Sikap Lek Khudori yang ada dalam novel bukanlah sikap yang cocok untuk menggambarkan lulusan santri Kairo. Maka dari itu, sutradara merubah sikap Lek Khudori ke dalam film menjadi lebih hormat dan menghargai wanita yang ia cintai agar citra tentang seorang santri tidak bermata buruk bagi penonton. Terutama bagi penonton yang santri pada sehari-harinya.
Pembahasan adegan melompat ke cerita setelah kepergian Kyai Harun. Annisa pergi ke Yogyakarta untuk menjalani kuliah yang tertunda di Universitas Islam Yogyakarta. Di Yogya, Annisa hanya ingin berkonsenttrasi kuliah saja. Dia ingin sejenak melupakan masalah yang baru saja dihadapinya di pesantren. Namun, tanpa sepengetahuan Annisa, temannya Aisyah telah memberitahu Lek Khudori bahwa Annisa sedang di Yogyakarta.
Nisa yang masih tidak ingin diganggu dengan terpaksa menyetujui ajakan Lek Khudori untuk berbicara sejenak. Dalam pembicaraan itu, Lek Khudori menyatakan perasaannya bahwa dia sayang dan ingin menikahi Annisa. Annisa yang masih menikmati kuliahnya belum siap untuk menerima pinangan Lek Khudori.
Lek Khudori yang sangat menginginkan Annisa terus berusaha untuk mengejar Annisa. Agar Annisa mau segera menerima lamarannya. Apapun yang Annisa butuhkan, pasti Lek Khudori penuhi. Seperti contoh, ketika Annisa membutuhkan pekerjaan, Lek Khudori mengirimkan berbelas-belas surat yang berisikan lowongan pekerjaan.
Hingga suatu hari, setelah tak henti-hentinya Lek Khudori mengirim segala surat dan buku kepada Annisa, ia mau menemui Lek Khudori. Di sini Annisa mempertegas kembali bahwa masih trauma untuk berkehidupan dengan Lek karena dia takut ditinggal kembali seperti dahulu. Kemudian, Lek berikrar atas nama Allah untuk meminta Annisa menikah dengannya. Annisa semakin dirundung bingung dan gelisah. Dia mencintai Lek Khudori, tapi dia belum tahu keputusan apa yang akan diambil.
Sebenarnya, salah satu yang mengganjal Annisa untuk menerima pinangan Lek Khudori adalah Abi Annisa yaitu Kyai Harun. Annisa belum berani menerimanya karna mengingat Abinya tidak menyetujui dengan Lek Khudori. Hingga pertanyaan yang menyelimuti Annisa selama ini terjawab sudah. Kyai Harun mendatangi Annisa dalam mimpi. Dia mengikhlaskan putrid semata wayangnya untuk menikah dengan siapapun. Dia boleh bebas memilih.
Dan akhirnya, Annisa menikah dengan Lek Khudori, lelaki yang diimpikannya selama ini.
Dalam segmen ini, dimulai dari hubungan Annisa dengan Lek Khudori sangatlah berbeda jauh dengan apa yang dituliskan dalam novel. Dalam novel, hubungan mereka berdua diibaratkan sebagai sepasang kekasih yang memadu asmara setiap hari. Tiada hari sedih bagi mereka.
Sedangkan, pada film jelas ditayangkan lika-liku perjalanan cinta Annisa dengan Lek Khudori. Mulai dari susahnya Lek Khudori untuk meminta Annisa menjadi istrinya hingga akhirnya Annisa mau melepaskan masa jandanya kepada Lek Khudori, lelaki yang dia dambakan sedari kecil.
Perubahan drastis yang dilakukan oleh sutradara Hanung Bramantyo sangatlah berani dan sangat pas untuk ditonton. Karena, jika mengikuti jalan cerita yang ada di novel, maka film akan terasa sangat membosankan. Tidak ada konflik yang naik terus menaik. Tidak ada emosi yang dimainkan jika film mengikuti jalan cerita novel “Perempuan Berkalung Sorban” yang terlalu biasa, datar.
Adegan berikutnya yang masih menjadi masalah bagi Annisa saat itu adalah adegan ketika akan melakukan hubungan suami isteri. Ketika Lek Khudori mencium punggung Annisa, tiba-tiba ia teringat oleh baying-bayang Samsudin yang mengerikan. Annisa masih trauma oleh perlakuan Samsudin. Annisa yang ketakutan dan teringat oleh peristiwanya bersama Samsudin langsung berlari ke dalam kamar dan menutup pintu. Tentu saja, Lek Khudori sebagai suami yang menyayanginya mencoba untuk menenangkan Annisa dan menuruti Annisa. Jika Annisa tidak mau, maka mereka tidak akan melakukannya.
Namun, seringkali Annisa menangisi dirinya sendiri, menyalahkan dirinya sendiri karna dia masih belum bisa melayani suami tercintanya dengan baik. Hal ini yang membuat Annisa sering menangis. Di novel, Annisa tidak sesendu yang seperti di film. Di novel, sejak Annisa menikah dengan Lek Khudori, kehidupan Annisa sangat bahagia. Walaupun ada kesedihan tertentu, tapi kesedihan itu tidak sampai mendalam. Namun, adegan yang telah ditayangkan di film mampu menarik emosi penonton untuk ikut merasakan apa yang dialami oleh Annisa. Ini merupakan nilai lebih dari perubahan besar cerita yang ditulis di novel.
Namun, kesedihan itu tidaklah berlangsung lama. Annisa mampu menghilangkan rasa sedih itu ketika dia melihat seorang kliennya di kantor Bimbingan dan Konseling yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Khususnya kekerasan ketika akan melakukan hubungan suami istri. Dari sini Annisa dapat melihat bahwa jika seseorang mempunyai tekad yang besar, maka dia akan mampu melewati segala rintangan yang ada dan hingga nantinya tekad yang besar itu akan membuahkan hasil yang sangat manis. Dari masalah inilah akhirnya Annisa menyadari jika yang bisa melepas trauma itu adalah Annisa sendiri, tekad Annisa sendiri. Akhirnya, Annisa memberanikan diri untuk memulai hubungan itu bersama Lek Khudori.
Sebagai rumah tangga manusia biasa, maka terdapat pula konflik-konflik yang terjadi. Seperti kekhawatiran Annisa jika dirinya mandul atau tidak. Namun, anggapan bahwa Annisa mandul segera ditepis karna pada beberapa bulan kemudian Annisa mengandung seorang anak.
Dalam novel, 2 bab terakhir menceritakan tentang masa-masa kehamilan Annisa yang dia habiskan di Pondok Pesantren Al-Huda. Dua bab ini menghabiskan kertas yang berpuluh-puluh lembar untuk menceritakan Annisa pada masa hamilnya. Mulai dari apa tanda-tanda itu hamil hingga kecemburuan Annisa terhadap wanita lain yang dikenal Lek Khudori.pada dua bab ini merupakan bab yang tidak ada emosi sama sekali. Dua bab ini ditulis dan dijabarkan dengan sangat datar. Seperti tidak ada pesan tentang perjuangan seorang wanita terhadap perubahan hidup tertutup menjadi hidup terbuka atau bebas.
Dalam novel kisah Annisa dengan Lek Khudori dari awal di Yogyakarta hingga menjelang kematiannya sangatlah berbeda. Di novel cerita yang disajikan masih bisa dikategorikan sebagai cerita yang menarik untuk dibaca. Namun, jika dibandingkan dengan filmnya, maka cerita yang disajikan dalam filn lebih bagus. Karena kisah mereka dituliskan dengan sebuah perjalanan yang penuh rintangan dan penyelesaian yang sangat bagus untuk dijadikan renungan bagi pasangan sumami isteri.
Pada adegan kematian, cerita yang ditayangkan hampir sama seperti yang ada di novel. Lek Khudori meninggal dunia akibat korban tabrak lari. Jika di novel pelakunya dipastikan oleh Samsudin, karna sebagai rasa dendan kepada Lek Khudori. Jika di film, pelaku tabrak lari hanya diperlihatkan melalui spion mobil pelaku.
Inti dari pembahasan pada segmen ini adalah perbedaan sifat Lek Khudori yang mencolok antara di novel dan film. Lek Khudori yang berada di novel lebih cenderung tidak mencerminkan seorang santri karena perlakuannya terhadap Annisa. Mulai dari memeluknya dan menciumnya. Seharusnya jika benar-benar santri maka Lek Khudori tidak melakukan hal seperti itu. Dia lebih baik menghormati Annisa sebagai wanita yang dicintainya. Tidak menyentuhnya karena belum muhrimnya. Lek Khudori yang ditayangkan di film memenuhi karakteristik seorang santri yang telah disebutkan. Sutradara merubah citra Lek Khudori yang di novel agar tidak menjadi sebuah polemik yang mencolok.

Ekranisasi Tentang Annisa yang Lainnya
Dalam novel dengan jelas dituliskan bahwa Annisa ketika masa pertengahan Aliyah belum berjilbab karena dia masih belum siap. Seperti dalam paparan berikut ini, “Sekalipun aku masih anak-anak, baru menjelang baligh dan belum memiliki keharusan mengenakan jlibab, Bapak menyuruhku untuk mengenakannya kecuali waktu sekolah.”.
Sedangkan dalam film Annisa digambarkan telah memakai jilbab sejak ia kecil. Ini dikarenakan bahwa pesantren-pesantren yang berada di Indonesia dikenal oleh khayalak umum sebagai salah satu sekolah khusus Islam yang benar-benar kehidupan islami. Memegang teguh dalil, wahyu, adat istiadat Islam, dan sebagainya. Untuk masalah aurat, dalam kehidupan pesantren di Indonesia aurat perempuan harus dibalut oleh kain sejak ia lahir. Hal itu sudah merupakan tradisi bagi seseorang atau kelompok yang sangat memegang Islam.
Pembahasan berikutnya melompat ke adegan ketika Annisa (film) yang waktu itu telah mengalami tekanan dari peristiwa yang merenggut nyawa Ayahnya. Setelah peristiwa di pesantren, Annisa memutuskan untuk melupakan semua masalah yang ada dengan berangkat kuliah ke Yogyakarta. Di sana, dia menemui teman lamanya, Aisyah, yang sudah berubah menjadi warga kota. Aisyah yang dulu anak pesantren kini mengikuti perubahan adat dan budaya yang semakin modern. Aisyah yang dulu tidak mengerti apa itu bebas, kini telah mengerti bebas. Bebas bagi dirinya adalah dia bisa melakukan apapun yang dia mau. Mendengar ini, Annisa menjadi sedikit kecewa pada temannya itu.
Sedangkan, dalam novel Aisyah sudah tidak disinggung lagi ketika Annisa berada di Yogyakarta. Bahkan adegan-adegan Annisa yang membuat cerpen tentang apa itu bebas, sibuknya Annisa untuk belajar, dan lain-lain sama sekali tidak disinggung dalam novel. Sutradara Hanung Bramantyo sekali lagi perlu dikasih acungan jempol atas keberhasilannya membuat novel ini menjadi lebih hidup. Sang sutradara mampu membuat adegan-adegan yang menginspirasi bagi orang lain.
Dalam versi novelnya, cerita “Perempuan Berkalung Sorban” tidak dihidupkan secara keseluruhan sehingga membuat pembaca terkadang bosan untuk membaca. Sehingga sepertinya pesan yang ingin disampaikan kurang tersampaikan dengan baik. Bahkan, novel ini terkesan terbagi dua gagasan yang disampaikan. Antara aspirasi Annisa yang ingin didengar dan kisah cintanya bersama Lek Khudori.
Dalam film, ditampilkan adegan-adegan dimana Annisa giat berlatih, belajar, dan tidak pernah putus asa dalam menggapai apa yang diinginkannya.
Adegan di film yang menceritakan bahwa Annisa membimbing satu klien kekerasan dalam rumah tangga, khusunya kekerasan sebelum melakukan hubungan suami isteri merupakan perlambangan dari penggalan cerita di novel yang membahas tentang Basuni, lelaki yang haus akan nafsu lawan jenis. Perbedaannya terletak pada penyampaian cerita. Jika di novel Basuni diketahui dari teman kantor Annisa, di film kasus kekerasan ini diketahui oleh korbannya sendiri.
Sebelum menjelaskan ke adegan-adegan selanjutnya, terlebih dahulu perlu diberitahukan bahwa adegan-adegan di bawah ini sama sekali tidak muncul dalam novel. Ending novel berakhir sampai meninggalnya Lek Khudori yang tidak tahu mengapa ditegaskan bahwa Annisa sudah menjadi wanita yang lebih kuat. Aspirasinya sendiri tidak disinggung sama sekali.
Pembahasan adegan meloncat ke Annisa yang telah mengandung seorang anak. Ketika kondisi mengandung, Annisa bersama suami pulang ke Pondok Pesantren Al-Huda. Di sini, Annisa menemukan empat gadis yang memiliki aspirasi sama dengan Annisa. Ingin membebaskan peraturan-peraturan tidak wajar yang mengekang wanita.
Melihat semangat dari 4 santriwati ini, Annisa mulai mengajak mereka untuk mengenal dunia sastra. Mulai dari membaca hingga menulis sebuah karya. Walaupun Annisa sedang hamil besar, namun dia sangat bersemangat untuk membantu mereka.
Perjuangan Annisa yang begitu berat walaupun tanpa suaminya akhirnya membuahkan hasil yang sepadan. Kakaknya, Rizal akhirnya mengikhlaskan, memperbolehkan Annisa untuk membangun sebuah perpustakaan.
Film “Perempuan Berkalung Sorban” ditutup dengan adegan dimana Annisa dengan anaknya menunggang kuda dan kemudian melepaskan sorbannya yang berarti bahwa Annisa mampu dan sudah bebas dari hal-hal tertutup yang kurang wajar.

Alur
Alur yang berada di novel dan film berbeda. Jika di novel, alur yang digunakan maju runtut. Namun pada film alur yang digunakan flashback atau mundur. Alur flashback ini ditandai dengan adegan yang yang pertama kali muncul, yaitu adegan dimana Annisa dewasa sedang menunggang kudanya dan memakai sorban.
Kemudian terdengar suara Ibunya memanggil-manggil Annisa.
Lalu Annisa menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari sumber suara itu.
Padahal, sumber suara itu sebenarnya adalah suara Ibunya yang memanggil Annisa pada masa kecil. Alur mundur ini dikuatkan dengan adanya tulisan waktu kejadian di pojok kanan bawah adegan, yaitu’10 tahun sebelumnya’.
Hal-hal itulah yang membuktikan bahwa alur cerita dari film ini adalah flashback atau mundur.

Simpulan
Setelah membanding-bandingkan antara novel dan film, dapat diambil kesimpulan bahwa film Perempuan Berkalung Sorban lebih bagus dibandingkan dengan novelnya. Karena dalam novelnya, gagasan tentang hak perempuan kurang diangkat sepenuhnya. Hak perempuan dan sebagainya diangkat pada bab 1 hingga bab 5. Itupun tidak seutuhnya. Karena bab-bab ini dicampur dengan bumbu percintaan Annisa dengan Lek Khudori yang kurang mencerminkan kehidupan pesantren.
Sedangkan pada film, sang sutradara Hanung Bramantyo mampu menangkat apa pokok masalah sebenarnya yang diangkat dalam film Perempuan Berkalung Sorban ini. Hanung juga berani mengambil resiko untuk mengubah hampir sebagian besar adegan-adegan cerita yang terdapat dalam novel tanpa mengubah pesan yang akan disampaikan.
Maka, tidak hanya peran dari buku, namun peran sutradara di sebuah film sangat berpengaruh untuk membuat film menjadi menarik. Sutradara yang mengerti dan mampu mengangkat, menghilangkan bagian-bagian yang penting atau tidak penting. Dengan begini, ekranisasi novel Perempuan Berkalung Sorban berhasil karena adanya sutradara yang handal.

Faktor-Faktor Keberhasilan Menyimak

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN MENYIMAK PADA UMUMNYA
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi keberhasilan menyimak. Tarigan (1990) dan Solichi dkk (1976) menyebutkan factor tersebut meliputi hal-hal berikut:
1. Faktor fisik
Yang dimaksud faktor fisik di sini adalah dapat berupa factor internal yakni keadaan fisik penyimak serta factor eksternal yakni factor yang berasal keadaan dari si pembicara. Gangguan fisik tersebut bisa berupa kelelahan, kurang gizi, dan mengidap penyakit fisik (Tarigan, 1990). Dengan begitu, kesehatan dan kesejahteraan fisik penyimak waktu melakukan kegiatan menyimak merupakan model yang penting dalam menentukan keberhasilan menyimak.
2. Faktor psikologis
Yang dimaksud faktor psikologis adalah faktor yang melibatkan sikap/ minat/ motivasi dan sifat-sifat pribadi penyimak terhadap apa yang disimak (Tri Priyatni dkk, 1996). Faktor tersebut dapat berupa prasangka dan kurang simpatik terhadap pembicara, keegosentrisan terhadap minat dan masalah pribadi, kepicikan yang menyebabkan pandangan kurang luas, kebosanan dan kejenuhan yang menyebabkan tidak adanya perhatian terhadap topik pembicaraan, dan sikap yang tidak layak terhadap pembicara maupun topik yang dibicarakan. Jalan keluar dari faktor ini adalah kita sebagai pembimbing penyimak bisa memberikan bimbingan untuk memperbaiki kondisi yang negatif.
3. Faktor pengalaman
Faktor pengalaman yang telah dimiliki penyimak misalnya berupa pengalaman masa lalu, peristiwa yang pernah dialami oleh yang berhubungan dengan topik yang disimak ataupun pengetahuan kekayaan kosakata yang berupa idiom, istilah, kata-kata sulit yang dimiliki oleh si penyimak sangat membantu untuk menangkap pesan tuturan wacana baru yang disimak.
4. Faktor Jenis Kelamin
Beberapa peneliti menunjukkan adanya perbedaan perhatian dan cara merumuskan perhatian antara anak laki-laki dan perempuan dalam kegiatan menyimak. Penelitian yang dilakukan Silverman dan Webb dalam Tarigan (1990) menemukan fakta bahwa laki-laki pada umumnya bersifat objektif, aktif, keras hati, rasional, keras kepala/ pantang mundur, bersifat mengganggu, mandiri, dan menguasia emosi. Sedangkan wanita lebih bersifatr subjektif, pasif, simoatik, difusif, sensitif, mudah terpengaruh, cenderung memihak, mudah mengalah, represif, bergantung, dan emosional. Sehubungan dengan itu, pembimbing harus bersikap bijaksana dalma menghadapi perbedaan tersebut dalam kegiatan pengajaran menyimak.
5. Faktor Lingkungan
Lingkungan kelas yang kondusif, misalnya sarana yang mendukung terciptanya suasana kelas yang kondusif dalam proses menyimak, antara lain berupa ruang kedap suara, pengaturan tempat duduk yang memungkinkan semua siswa mendapatkan kesempatan yang sama dalam proses menyimak, arahan pembimbing yang jelas dan tegas, dan suara pembacaan wacana baik yang dibacakan oleh seseorang atau rekaman tape recorder yang jelas, suasana yang mendorong siswa dapat mengekspresikan ide secara bebas berhubungan dengan topik yang disimak sangat membantu terhadap keberhasilan pengajaran menyimak.


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN MENYIMAK DALAM KEGIATAN MENYIMAK SOSIAL
1. Topik dan Tujuan Pembicaraan
Dalam bercakap-cakap, mengobrol, dan sebagainya pada umumnya topik dan tujuan pembicaraan jarang dan bahkan tidak pernah ditemukan. Karena itu, pengetahuan dan pengalaman yang luas serta ketajaman berfikir dalam menangkap isi pembicaraan dari si penyimak sangat menentukan keberhasilan dalam menyimak sosial. Selain itu, pembicaraan yang disampaikan harus baru atau hangat, karena ini akan menarik dan dinikmati oleh penyimaknya. Sedangkan pembicaraan yang disampaikan harus bermakna dan berguna bagi penyimaknya. Dalam hal ini setiap materi yang disampaikan tidaklah semua bermakna bagi penyimaknya, ini tergantung dari kebutuhan penyimaknya. Taraf kesukaran pembicaraanpun harus seimbang dengan taraf kemampuan penyimak. Untuk itu, dalam faktor pembicaraan perlu juga pembicara menyampaikan wacana dengan sistematis agara mudah dipahami.
2. Faktor Si Pembicara
Gaya penyampaian permasalahan dari setiap orang dalam berbicara berbeda satu dengan lainnya. Misalnya masing-masing pembicara memiliki pilihan kata, penyusunan kalimat, alur pembicaraan, tanpa berbicara dan sebagainya, sangat berbeda satu dengan yang lain. Hal ini juga akan mempengaruhi pada hasil simakan. Selain itu, terdapat pula enam tuntutan yang harus dipenuhi pembicara:
 Penguasaan materi
Pembicara harus menguasai materi yang akan disampaikan. Pembicara dalam menyampaikan materi harus menguasai, memahami, menghayati apa yang disampaikan pada penyimak.
 Berbahasa baik dan benar
Pembicara dalam menyampaikan isi pembicaraan harus menggunakan ucapan yang jelas, intonasi yang tepat, kalimat yang sederhana dan istilah yang tepat. Selain itu isi pembicaraan harus sesuai dengan tahap penyimaknya.
 Percaya diri
Pembicara harus percaya diri, tampil dengan mantap serta meyakinkan penyimak.
 Berbicara sistematis
Pembicaraan yang disampaikan harus sistematis dan bahan yang disampaikan mudah dipahami.
 Gaya menarik
Pembicara harus tampil menarik dan simpatik, tidak bertingkah laku berlebihan karena akan membuat penyimak beralih dari isi pesan ke tingkah laku yang dianggap aneh.
 Kontak dengan penyimak
Dalam berbicara, pembicara harus kontak dengan penyimak dan menghargai, menghormati serta menguasai para penyimak.
3. Faktor Si Penyimak
Bagi si penyimak sendiri memiliki berbagai perbedaan baik dari sisi pengetahuan, pengalaman, ketajaman berpikir, kondisi mental maupun kesempurnaan organ telinganya. Tentulah hal ini sangat mempengaruhi hasil simakan seseorang. Sebelum menyimak, penyimak diwajibkan untuk memusatkan perhatian terhadap bahan simakan. Hindari hal-hal yang menganggu konsentrasi penyimak. Hal ini bertujuan agar penyimak dapat merumuskan secara tegas arah keinginan dalam menyimak.
4. Faktor Situasi dan Kondisi
Dalam menyimak, ruangan perlu diperhatikan yaitu ruangan yang memenuhi persyaratan. Misalnya penerangan, tempat duduk, tempat pembicara, luas ruangan, dan alat-alatnya. Waktupun sangat penting dalam menyimak karena ini akan mempengaruhi si penyimak. Pilihlah waktu yang tepat, misalnya: pada pagi hari saat menyimak masih segar dan rilek. Selain faktor eksternal yang telah disebutkan, faktor internalnya berasal dari kondisi si penyimak. Kondisi tubuh si penyimak haruslah prima agar dapat memaksimalkan hasil simakan.


PRASYARAT MENYIMAK YANG EFISIEN
1. Keberhasilan menyimak bergantung pada sikap penyimak
Menyimak yang efisien menuntut sikap obyektif, yaitu sikap yang tidak berpihak dan sikap kooperatif. Andaikata penyimak itu mempunyai sikap prasangka, pasti ia akan mendengarkan fakta-fakta atau pendapat-pendapat yang cocok dengan keyakinannya sendiri. Orang-orang yang bersikap dogmatis biasanya menyebabkan penyimak-penyimak menjadi “miskin”, mereka biasanya menolak mendengarkan pandangan-pandangan yang berlawanan disebabkan oleh prasangka mereka.
2. Keberhasilan menyimak bergantung pada perhatian
Kita akan bersedia menyimak sesuatu bila ada ide-ide yang menarik perhatian kita. Ada bermacam-macam perhatian, yaitu: perhatian primer, perhatian sekunder, dan perhatian sesaat. Kita akan menunjukkan perhatian primer bila ada pertalian langsung antara apa yang kita simak dari pembicara dengan kepentingan kehidupan kita sehari-hari. Contoh, kita akan menunjukkan adanya perhatian yang cukup aktif terhadap sesutau perkembangan pendidikan di sebuah universitas apabila pembicara mengetengahkan adanya usaha menaikkan uang SPP. Selain itu, orang juga akan menunjukkan perhatian pada perhatian sekunder. Seperti contoh, anggota-anggota suatu masyarakat berpendapat program kerja kemasyarakatan tentu cepat menarik perhatian, tetapi bila timbul veto adanya penarikan sumbangan yang dapat menghentikan adanya usaha penarikan itu, maka kita akan begitu tertarik dan gembira menghadapi masalah tersebut.
Persoalan lain yang dapat juga menarik perhatian adalah jenis perhatian sesaat (perhatian temporer). Misalnya kita akan mneunjukkan perhatian kita yang lebih besar pada masalah-masalah pemilihan umum pada tahun-tahun pemilihan umum itu berlangsung. Orang akan menunjukkan adanya perhatian sesaat yang lebih besar pada masalah-masalah yang bersifat temporer, bila pembicara mengacu pada jenis perhatian tersebut.
3. Keberhasilan menyimak bergantung pada motivasi
Ada berbagai motivasi dalam kehidupan manusia, yaitu:
a. Motivasi kelangsungan hidup pribadi
Penjagaan kelangsungan hidup pribadi boleh dikatakan merupakan motivasi pendorong yang paling dasar. Manusia berusaha memperbesar hasratnya untuk mempertahankan diri dengan menambah makanan dan perlindungan demi kesehatan dan kesenangannya, demi gagasan dan kepentingan jasmaninya. Contohnya, orang-orang mengunci rumah untuk melindungi hak miliknya.
Andaikata pembicara sanggup menghubungkan hal-hal di atas dengan hasrat dasar untuk mempertahankan hidup pribadi seperti di atas, orang tentu akan berusaha menyimak dengan yang sangat besar.
b. Motivasi hak milik
Hasrat pemilikan pada benda-benda material memainkan peranan yang penting dalam kehidupan kebanyakan manusia. Pada umumnya kita mempuyai hasrat untuk memiliki tanah, benda-benda berharga, uang atau barang-barang milik yang lain, yang dapat menjadi milik pribadi.
Jika seorang pembicara dapat menunjukkan kepada para penyimaknya bagaimana orang dapat menambah keuntungan, bagaimana orang dapat mengerjakan tugas-tugasnya lebih efisien, bagaiman menyimpan uang, atau bagaimana kita dapat menambah milik pribadi, tentu pembicara tadi akan dapat membuat para pendengarnya mau menyimak dengan seluruh kemampuan yang ada.
c. Motivasi kekuasaan
Orang-orang yang penuh ambisi selalu berusaha memperbaiki dirinya, mereka berusaha mencari posisi yang bertanggung jawab, sehingga mereka dapat memiliki kekuasaan dan wibawa di antara kawan yang lain.
Pembicara yang mampu menunjukkan kepada para pendengarnya bagaimana kita dapat menambah pengaruh dan wibawa kita, tentu akan menambah hasrat seseorang untuk menyimak gagasan-gagasannya dengan tekun.
d. Motivasi keharuman nama
Hasrat akan kemashuran dan pengaguman merupakan motif yang umum juga secara universal. Banyak orang yang berusaha untuk memperoleh restu masyarakat supaya dihormati oleh kelompok mereka. Seperti contoh, seorang pelajar berusaha memeroleh medali, hadiah, dan penghargaan yang lain sebab pelajar tersebut mengharapkan adanya pengaguman dari sesama kawan pelajar.
Pembicara yang dapat menunjukkan ide-ide dalam pembicaraannya hendaknya dapat menunjukkan pula bagaimana cara mempertinggi reputasi. Pembicara yang demikian akan selalu disimak ide-idenya.

e. Motivasi kasih sayang
Standar etika dalam permainan, honorarium perseorangan, dan rasa hormat kepada orang lain timbul atas dasar motivasi yang kuat oleh adanya perasaan cinta dan kasih sayang. Sikap religius tumbuh oleh adanya rasa cinta kepada Yang Mahakuasa.
Pembicara yang sanggup menyerukan hal-hal yang demikian akan menyebabkan para pendengar mau menyimak dengan tekunnya.
f. Motivasi perasaan atau emosi
Emosi dapat menentukan tumbuhnya kesadaran loyalitas serta patriotisme pada diri seseorang. Kesadaran perasaan loyalitas kita menyebabkan kita mau memelihara persahabatan dengan orang-orang yang telah mempunyai adat kebiasaan yang sama.
Pembicara yang mampu menyerukan timbulnya perasaan demikian akan menumbuhkan perangsang hadirin untuk bersedia menyimak gagasan-gagasannya
g. Motivasi cita rasa
Cinta kepada keindahan, petualangan, dan pengalaman baru menimbulkan motivasi pada manusia sensitif. Tidak semua aktivitas kita dimotivasi atas dasar pertimbangan-pertimbangan praktis, ada juga beberapa hal yang timbul karena adanya apresiasi cita rasa keindahan. Kita bersedia mengapresiasi karya-karya lukisan, musik, puisi, drama, atau patung karena fakta-fakta tersebut dapat menimbulkan kepada kita kesadaran akan manfaatnya keindahan.
4. Keberhasilan menyimak bergantung pada keadaan emosi
Kemauan dan keberhasilan kita untuk menyimak banyak juga bergantung pada kesadaran emosi kita. Ketidakberhasilan menyimak yang tidak kita inginkan mungkin merupakan hasil dari gangguan emosi. Mislanya keseganan menghadiri pembicaraan, kurang tertarik pada masalah pembicraan, atau sikap pada waktu menyimak yang dapat menimbulkan problem-problem yang menekan perasaan. Dengan kemudian dapat kita sederhanakan menjadi: kita akan menyimak apa-apa yang kita butuhkan. Kita bersedia menyimak apa-apa yang menyenangkan. Sebaliknya kita akan menolak untuk menyimak kebalikan dari gagasan-gagasan atau keyakinan yang telah kita yakini dengan kuat.

Apek Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi


Oleh: Silka Yuanti Draditaswari
Mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang


ONTOLOGI ILMU
Ontologi jika dilihat dari definisi etimologisnya berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata on/ ontos (ada) dan logos (ilmu), ilmu tentang yang ada. Hakekat dari ontologi sendiri terdiri dari dua, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Hakekat ontologi kuantitatif mempertanyakan tentang apakah itu jamak. Hakekat kualitatif mempertanyakan tentang kualitas. Dalam pembelajaran ontologi mancakup metafisika, asumsi, dan peluang.
Metafisika adalah sebuah landasan yang mendasari sebuah pertanyaan. Metafisika muncul dengan dua aliran, yaitu supranaturalisme dan naturalisme. Supranaturalisme muncul di awal peradaban ketika manusia mempercayai hal-hal bersifat gaib yang ditemukan pertama kali oleh nenek moyang kita. Hal-hal gaib inilah yang menyebabkan banyaknya gejala alam yang terjadi. Aliran naturalisme berbeda dengan supranaturalisme. Naturalisme tidak percaya dengan hal-hal gaib yang mempengaruhi kejadian di alam. Gejala alam yang terjadi disebabkan oleh kekuatan yang ada pada alam itu sendiri. Hal ini terbukti dengan pembelajaran-pembelajaran yang telah diketahui beratus-ratus tahun kemudian.
Asumsi adalah sesuatu yang digunakan untuk mengatasi satu masalah ketika masalah itu kian melebar. Asumsi adalah bukan sembarang pemikiran yang begitu dipilih saja. Asumsi yang dikeluarkan haruslah relevan dengan bidang dan tujuan ilmu yang dikaji. Asumi juga harus disimpulkan dari sebagaimana keadaannya. Asumsi bukan diterka-terka atau dibuat-buat. Peluang adalah kemungkinan yang terjadi dalam ilmu pengetahuan.


EPISTEMOLOGI ILMU
Epistemologi adalah pembahasan mengenai bagaimana kita mendapat pengetahuan dengan benar. Epistemologi bisa dikatakan sebagai ilmu logika yang terdiri dari logika minor dan logika mayor. Hasil dari logika minor dan mayor ini dapat ditarik kesimpulan yang bisa disebut ilmu. Jarum sejarah ilmu pengetahuan sendiri mengikuti perkembangan jaman. Ilmu jaman sekarang dan ilmu jaman dahulu sangatlah berbeda. Hal ini dibuktikan dengan kemajuan tekhnologi yang semakin pesat.
Pengetahuan sendiri merupakan khasanah mental yang secara langsung turut memperkaya kehidupan. Pengetahuan dibentuk oleh tiga aspek, yaitu ontology, epistemology, dan aksiologi. Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan yang sehari-hari dihadapi manusia. Pengetahuan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan kepadanya. Namun, ilmu pengetahuan memiliki batasan-batasannya. Batasan itu adalah pengkajian objek dalam lingkup pengalaman manusia.
Untuk mendapatkan pengetahuan terdapat sebuah prosedur. Prosedur itu adalah metode ilmiah. Metode ilmiah menggabungkan pikiran deduktif yaitu teori dan pikiran induktif yaitu praktik-praktik.

AKSIOLOGI ILMU
Aksiologi diambil dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata axios (niai) dan logos (teori). Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Lebih spesifiknya lagi, aksiologi adalah teori tentang nilai kegunaan ilmu.
Kegunaan ilmu menjadi suatu masalah bagi beberapa golongan ketika moral disandingkan. Golongan yang terpecah menjadi dua. Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologism maupun aksiologis. Dalam hal ini, tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan memberikannya ke masyarakat, tidak memperdulikan lagi mau digunakan apa pengetahuan itu. Golongan kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan moral.
Sedangkan, pada hakikatnya masalah moral tak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih-lebih lagi untuk mempertahankan kebenaran diperlukan keberanian moral. Tanpa landasan moral maka ilmuwan mudah sekali tergelincir dalam melakukan prostitusi intelektual.

Dasar-Dasar Filsafat dan Hubungan Filsafat dengan Ilmu


Oleh: Silka Yuanti Draditaswari
Mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang



Filsafat mempunyai pengertian/ definisi yang bermacam-macam dari para ahli maupun filosof. Contoh-contohnya adalah seperti Soetopo (2004:1) menarik pengertian filsafat dari dua pengertian dasar, yaitu pengertian etimologis dan pengertian semantik.
Pengertian etimoligis filsafat berasal dari kata “filos” yang berarti cinta dan “sofia” yang berarti kebijakan, kebijaksanaan, dan kebenaran. Dengan demikian kata filsafat berarti cinta terhadap kebijakan dan kebijaksanaan. Sedangkan, pengertian semantik filsafat adalah pengetahuan yang mempelajari hakikat segala sarwa yang ada dan yang mungkin ada sedalam-dalamnya yang dilakukan secara radikal dan menyeluruh.
Berdasarkan pengertian itu, berarti orang yang belajar filsafat adalah orang yang cinta akan kebajikan, kebijaksanaan, dan kebenaran. Kajiannya dilakukan dengan berusaha mengetahui suatu hal sedalam-dalamnya, sehingga sampai pada hakikat yang sebenar-benarnya, sampai pada seinti-intinya. Orang yang ahli dalam filsafat disebut filosof atau ada yang menyebutnya filsuf. Bidang kajian filsafat sangat luas, yaitu segala sarwa atau segala hal yang ada, bahkan yang mungkin ada. Alat utama untuk mengkaji sarwa itu adalah pikiran atau nalar. Pikiran atau nalar kita bisa menjelajah ke hal-hal yang ada dan yang mungkin ada.

Sedangkan, Beerling (2003:1) mempunyai pendapat yang berbeda tentang filsafat.
Filsafat ilmu ialah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya. Dengan kata lain, filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan. Karena, apabila para penyelenggara pelbagai ilmu melakukan penyelidikan terhadap objek-objek serta masalah yang berjenis khusus dari masing-masing ilmu itu sendiri, maka orangpun dapat melakukan penyelidikan lenjutan terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut.

Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu adalah sebuah penyelidikan untuk mempelajari, mencari, maupun menggali sesuatu dengan menyeluruh dan mendasar yang dilakukan untuk menemukan suatu kebenaran, kebijakan, dan kebijaksanaan dengan tujuan akhir untuk diintegrasikan kepada lingkungan sekitar.
Dasar-dasar filsafat terdapat tiga, yaitu penalaran, logika, dan sumber pengetahuan. Penalaran yang secara benar dan sungguh-sungguh hanya dimiliki oleh manusia. Manusia mampu berfikir lebih dalam, lebih jelas. Manusia mampu mengerti apa dan mengapa gejala-gejala yang terjadi di sekitarnya. Manusia bernalar, merenung, dan berfikir di alam sadar mereka. Untuk itulah penalaran termasuk dasar-dasar filsafat.
Dasar filsafat yang kedua adalah logika. Logika didasarkan pada cara berpikir manusia yang sesuai dengan keadaan tertentu. Logika tidak pernah mengatakan salah. Karena logika sesuai dengan keadaan yang ada di sekitar manusia.
Dasar filsafat yang ketiga adalah sumber pengetahuan. Hipotetik yang kita hasilkan setelah penalaran harus kita kaji secara benar. Sumber pengetahuan didapat dari pikiran rasional dan pengalaman empirik manusia. Kedua hal ini harus seimbang dan harus saling memadai. Pikiran rasional yang idealisme dibutuhkan sebagai teori pendukung. Sedangkan pengalaman yang empirik dibutuhkan untuk mendukung pemikiran-pemikiran yang muncul.
Filsafat ilmu terbagi menjadi tiga hal yang dipusatkan sebagai rumusan masalah suatu hal yang dicari. Ontologi (apa), epistemologi (bagaimana), dan axiologi (untuk apa). Ontologi menjangkau segalanya yang berada di sekitar manusia. Ontologi berarti apa yang dimaksud dengan itu? (sesuatu yang kita pelajari). Apakah makna, hakikat dari sesuatu itu? Hakikat dari sesuatu itu akan dihubungan dengan keadaan lingkungan filosof, umat manusia.
Epistemologi berarti bagaimana caranya untuk berkehidupan? Bagaimana cara memperlakukan sesuatu itu? Bagaimana cara adaptasi dengan sesuatu itu?
Axiologi mempertanyakan tujuan, fungsi, untuk apa sesuatu yang telah didapat. Apakah fungsinya berkesan baik? Atau berkesan tidak baik? Sesuatu yang baik akan diintegrasikan kepada umat manusia. Sesuatu yang tidak baik, akan dipikir secara matang kembali dan jika tetap berkesan tidak baik, maka sesuatu itu tidak diintegrasikan kepada lingkungan filosof.
Ilmu adalah hasil pemikiran filsafat. Namun, ilmu bersifat terbatas dan menjawab. Maksud terbatas adalah pembelajaran ilmu tidaklah luas. Jika satu ilmu yang dipelajari, maka kita hanya berkutat di ilmu tersebut. Lain dengan filsafat. Filsafat bersifat luas dan mencari. Filsafat tidak ada batasnya untuk dijadikan wadah perenungan dan filsafat tidak pernah puas akan hasil perenungan. Filsafat akan terus mencari dan mencari, menggali dan menggali sesuatu yang belum ada.

Resume PIDATO, CERAMAH, SAMBUTAN, DAN KHOTBAH

PIDATO
Pidato adalah kegiatan berbicara satu arah di depan umum untuk menyampaikan pikiran atau gagasan atau gambaran kepada pendengar yang disampaikan dalam situasi formal ataupun non formal melalui rangkaian kata yang tersusun sistematis dengan bahasa lisan sebagai media utama yang bertujuan memberi pamahaman atau informasi dengan rasa percaya diri untuk mempengaruhi pendengar agar mengikuti ajakan pembicara secara sukarela.
Pidato merupakan penampilan diri seseorang di hadapaan pendengar untuk menyampaikan isi hati atau buah pikiran dengan rangkaian kata-kata dengan harapan agar pendengar tergugah hati nuraninya dan tergerak pikirannya. Pidato merupakan bentuk wicara individual yang banyak ragamnya. Akan tetapi, secara umum pidato dapat digolongkan atas:
1) pidato memorial, misalnya pidato untuk menyambut Hari Kartini, Hari Kemerdekaan;
2) pidato perpisahan, misalnya pidato perpisahan karena tamat sekolah, perpisahan karena pensiun, dan sebagainya;
3) pidato penerimaan hadiah, misalnya piato penerimaan suatu medali kejuaraan olah raga;
4) pidato pidato penyambutan tamu, misalnya pidato penyambutan tamu kenegaraan;
5) pidato persembahan, misalnya pidato penyerahan cindera mata kepada tamu;
6) pidato persuasif, misalnya pidato kampanye partai politik;
7) pidato informatif, misalnya pidato penyuluhan kepada ibu-ibu PKK;
8) pidato instruktif, misalnya pidato tentang anjuran untuk membayar pajak;
9) pidato rekreatif, misalnya pidaato acara perkawinan, ulang tahun;
10) pidato kerohanian, misalnya santapan rohani waktu acara halal bihalal, acara pengajian;
11) pidato ilmiah, misallnya pidato ilmiah dalam acara wisuda.
Agar seseorang memiliki kemampuan yang memadai dalam hal pidato, maka dia harus memenuhi syarat-syarat berpidato. Syarat-syarat itu antar lain sebagai berikut:
1) berpengetahuan luas,
2) berkepribadian baik,
3) jujur dan ikhlas,
4) bijaksana dan sopan santun,
5) punya keberanian moral,
6) kaya dengan perbendaharaan kata,
7) berpikir kritis,
8) meyakini dan menguasai tema pembicaraan,
9) mengenal dan memahami karakteristik audience,
10) percaya diri,
11) bersikap menarik,
12) dan bertanggung jawab.
Menurut ada tidaknya persiapan sesuai dengan cara yang dilakukan waktu persiapan, ada empat macam pidato
1. Impromptu (serta merta) : pidato yang apabila Anda menghadiri pesta dan tiba-tiba dipanggil untuk menyampaikan pidato.
Keuntungan :
lebih mengungkapkan perasaan pembicara
gagasan datang secara spontan
memungkinkan Anda terus berpikir
Kerugian :
menimbulkan kesimpulan yang mentah
mengakibatkan penyampaian tidak lancar
gagasan yang disampaikan ngawur
demam panggung
2. Manuskrip : pidato dengan naskah. Di sini tidak berlaku istilah ‘menyampaikan pidato’ tapi ‘membacakan pidato’. Manuskrip dibutuhkan oleh tokoh nasional, sebab kesalahan sedikit saja dapat menimbulkan kekacauan nasional.
Keuntungan :
kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya
pernyataan dapat dihemat
kefasihan bicara dapat dicapai
tidak ngawur
manuskrip dapat diperbanyak
Kerugian :
komunikasi pendengar akan berkurang karena pembicara tidak berbicara langsung pada mereka
pembicara tidak dapat melihat pendengar dengan baik
pembuatannya lebih lama
3. Memoriter : pesan pidato ditulis kemudian diingat kata demi kata.
Keuntungan :
kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya
gerak dan isyarat yang diintegrasikan dengan uraian
Kerugian :
komunikasi pendengar akan berkurang karena pembicara beralih pada usaha untuk mengingat kata-kata
memerlukan banyak waktu
4. Ekstemporan : pidato sudah dipersiapkan sebelumnya berupa garis besar dan pokok penunjang pembahasan (supporting points), tetapi pembicara tidak berusaha mengingatnya kata demi kata.
Keuntungan :
komunikasi pembicara dengan pendengar lebih baik
pesan dapat fleksibel
kerugian :
kemungkinan menyimpang dari garis besar
kefasihan terhambat karena kesukaran memilih kata-kata.
Seseorang akan mahir pidato jika ia benar-benar mau belajar dengna sungguh-sungguh. Cara belajar pidato tersebut dapat ditempuh dengan membaca buku-buku retorik(ilmu yang mempelajari masalah tutur secara efektif) dan buku-buku pengetahuan umum lain. Selain itu, mereke harus juga sering berlatih pidato, karena dangan cara “trial and error”, seseorang akan makin matang penglamannya. Begitu pula seorang yang akan tampil berpidato harus benar-benar siap terhadap materi pembicaraan dan siap pula dari segi fisik maupun mental, sehingga diharapkan dalam penampilan pidato nanti tidak terdapat adanya hambatan-hambatan.
Skema susunan suatu pidato yang baik:
1. Pembukaan dengan salam pembuka
2. Pendahuluan yang sedikit menggambarkan isi
3. Isi atau materi pidato secara sistematis : maksud, tujuan, sasaran, rencana, langkah, dll.
4. Penutup (kesimpulan, harapan, pesan, salam penutup, dll)
Agar penampilan pidato dapat berhasil dapat berhasil dan menarik, maka diperlukan adanya variasi langgam atau gaya tertentu.Gaya atau langgam yang sering timbul dalam suatu penampilan pidato antara lain seperti berikut ini.
• Langgam Agama
Langgam agama mempunyai suara yang terkadang naik dan kemudian menurun dengan gaya ucapan yang lambat dan ceremonis. Pada umumnya langgam semacam ini sering ditampilkan oleh para khatib, muballig, dan sebagainya dalam pidato kerohanian.
• Langgam Agiator
Langgam agiator dikemukakan secara agresif dan terbanyak digunakan dalam pertemuan-pertemuan atau rapat-rapat umum, yang bersifat propaganda politis. Biasanya juga langgam ini dipakai untuk mencetuskan sentimen di kalangan massa sesuai dengan konsep propaganda. Di dalam hal ini jiwa massa akan dikuasai dan digiring ke arah tujuan yang diinginkan .
• Langgam Konversasi
Langgam konversasi merupakn langgam yang paling bebas, jelas, tenang dan terang, yang sering digunakan dalam pertemuan-pertemuan atau rapat-rapat yang yang sifatnya terbatas. Langgam ini banyak persamaannya dengan orang yang sedang berbicara biasa dan sering kali dilakukan pada pertemuan-pertemuan yang serius.
• Langgam Didaktik
Langgam didaktik adalah langgam yang sifatnya mendidik kepada para pendengar, seperti seorang guru yang sedang mengajar kepada siswanya. Langgam ini bersifat menggurui, sehingga sering meimbulkan rasa kurang enak jika ditujukan kepada pendengar yang merasa lebih pandai daripada pembicara. Langgam ini tepat dipaki pada waktu berpidato kepada pendengar yang usianya lebih muda daripada pembicara.
• Langgam Sentimentil
Langgam sentimentil ini biasanya dipakai secara efektif dan banyak berguna di dalam pertemuan umum dengan jalan mengemukakan kepuasan-kepuasan atau kekecewaan-kekecewaan dengan penuh perasaan. Segi positif langgam ini adalah akan menyenangkan si pendengar bila berisi tentang kepuasan-kepuasan atas keberhasilan, tetapi segi negatifnya akan menimbulkan sentimen jika berisi tentang kekecewaan atau keprihatinan-keprihatinan atas kejadian sosial di sekitar kita.
• Langgam Teater
Langgam teater adalah langgam berpidato yang penuh dengan gaya dan mimik seperti yang diperankan oleh para aktor atau aktris dalam teater. Di dalam hal ini pembicara berpidato dengan akting lengkap dengan gerak wajah(mimik), gerak lengan, gerak kepala, dan pemakaian vokal lengkap dengan tekanan dan intonasinya seperti dalam pementasan paanggung sandiwara.
Di dalam penampilan pidato, seseorang dapat memilih salah satu dari berbagai metode dalam penampilan pidato. Metode penampilan pidato tersebut ada empat macam.
• Metode naskah, yaitu metode berpidato dengan membaca naskah pidato, misalnya dilakukan dalam pidato-pidato resmi.
• Metode menghafal, yaitu metode berpidato dengan menghafal isi atau materi pidato lebih dahulu, kemudian menyampaikan isi pidato tersebut tanpa sebuah naskah.
• Metode ekstemporan, yaitu metode berpidato dengan membawa dan melihat butir-butir pokok isi pidato dalam lembar cerita catatan, lalu menyampaikan isi catatan itu kepada pendengar dengan ilustrasi bahasa secara spontanitas.
• Metode impromptu, yaitu metode berpidato dengan berpidato secara spontanitas baik dari segi isi maupun bahasa berdasarkan situasi dan kondisi tertentu, misalnya berpidato sesuai dengan keadaan tempat, keadaan pendengar, waktu, topik, dan hajat pada waktu ia berpidato.
Di dalam memperrsiapkan penampilan pidato seseorang dapat membuat naskah pidato dengan menggunakan metode impromptu, pembuatan naskah tak perlu dilakukan karena materi pembicaraan sudah dipersiapkan dalam benak pembicara lewat belajar secara bertahun-tahun dengan membaca buku dan belajar dari pengalaman hidup. Ilmu dan pengalamannya ini akan dipidatokan sesuai dengan situasi pada waktu ia berpidato. Agar pembicara tak lupa dengan materi pembicaan, biasanya pembicaraan membawa catatan kecil untuk dilihat sewaktu-waktu ia membutuhkan. Bagi seorang pemula, pembuatan naskah pidato wajib dilakukan lebih dahulu sebelum ia tampil di depan pendengar. Adapun pokok-pokok isi pidato itu tersusun sebagai berikut:
1. salam pembuka,
2. kata penahuluan,
3. pokok-pokok isi pidato,
4. uraian lengkap materi pidato,
5. simpulan isi pidato,
6. saran-saran dan harapan-harapan,
7. penutup, dan
8. salam penutup.

CERAMAH
Ceramah dalam kamus bahasa Indonesia adalah pidato yang bertujuan untuk memberikan nasehat dan petunjuk-petunjuk, sementara ada audiensi yang bertindak sebagai pendengar. Dengan melihat kepada pengertian diatas, ceramah dapat diartikan sebagai bentuk dari dakwah yaitu dakwah bil-kalam yang berarti menyampaikan ajaran-ajaran, nasehat, mengajak seseorang dengan melalui lisan.
• Ceramah umum
Ceramah adalah pesan yang bertujuan memberikan nasehat dan petunjuk-petunjuk, sementara ada audiens yang bertindak sebagai pendengar. Sedangkan
umum adalah keseluruhan untuk siapa saja, khlayak ramai, masyrakat luas, atau lazim. Jadi ceramah umum adalah pidato yang bertujuan untuk memberikan nasehat kepada khalayak umum atau masyarakat luas. Di dalam ceramah umum ini keseluruhannya bersifat menyeluruh, tidak ada batasan-batasan apapun baik dari audiens yang tua muapun muda, materinya juga tidak ditentukan, sesuai dengan acara.
• Ceramah khusus
Pengertian ceramah sudah dipaparkan seperti yang diatas akan tetapi kali ini akan dipaparkan pengertian dari ceramah khusus itu sendiri yang mana khusus adalah tersendiri,istimewa, taka ada yang lain, jadi ceramah khusu itu sendiri berarti cermah yang bertujuan untuk memberikan nasehat-nasehat kepada mad’u atau khalayak tertentu dan jug abersifat khusus baik itu materi maupun yang lainnya. Sedangkan dalam ceramah khusus banyak batasan-batasan yang dibua mulai dari audiens yang sesuai dengan yang diinginkan dan materi juga yng menyesuaikan denagn keadaan. Contoh: Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) seperti Is ra’miraj, maulid nabi, bulan puasa dll.
Komponen-komponen atau unsur-unsur ceramah sama saja dengan komponen-komponen dakwah:
1. Da’i (penceramah)
Seorang da’i atau pencermah harus mengetahui bahwa dirinya adalah seorang da’I atau pencermah, artinya sebelum menjadi penceramah perlu mengetahui apa tugas dari pencermah, modal dan bekal itu sendiri atas apa yang harus dimiliki oleh seorang pencermah.
2. Mad’u
Mad’u atau audiens merupakan sebagai penerima nasehat-nasehat. Audiens bermacam-macam kelompok manusia yang berbeda mulai dari segi intelektualitas, status ekonomi, status sosial, pendidikan, jenis kelamin dll.
3. Materi
Agar lebih menggugah pemikiran para audiens untuk mendengarkan materi-materi yang diberikan oleh sang pencermah. Oleh sebab itu, harus dapat memiliki bahan yang tepat atau menarik agar si mad’u tertarik, dan sesuai dengan pokok acara, materi yang akan disampaikan harus betuk-betul dikuasai sehingga penampilan penuh keyakinan, tidak ragu, dan jangan sampai menghilangkan konsentrasi dirinya sendiri. Dengan itu, materi harus disusun secara sisitematis, dengan artian judul, isi, dan acara tersebut sifatnya betul-betul mempunyai hubungan. Sehingga pembahasan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
4. Metode Ceramah
Metode ceramah yaitu sebuah metode dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada audiens yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Muhibbin Syah, (2000). Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham audiens. Sedangkan metode dakwah adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da’i guna menyampaikan materi. Sumber metode ceramah adalah alquran dan hadis, menunjukkan begitu besar perannya metode dalam berdakwah.
5. Media dakwah
Media adalah alat yang digunakan umtuk menyampaikan materi ceramah kepada audiens. Berdakwah pada zaman sekarang tidak hanya bisa dilakukan oleh para mubaligh di masjid, tetapi bisa dilakukan dengan banyak cara dan banyak tempat banyak media yang bisa digunakan pada zaman sekarang sebagai media dakwah seperti televisi, koran, majalah, buku, lagu dan internet. Hal ini seperti yang dilakukan oleh beberapa grup musik nasyid yang menggunakan lagu sebagai media dakwah.

SAMBUTAN
Sambutan adalah suatu ucapan dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepada orang banyak. Contoh sambutan yaitu seperti sambutan pidato kenegaraan, sambutan pidato menyambut hari besar, sambutan pidato pernikahan, sambutan pidato sambutan acara atau event, dan lain sebagainya. Sambutan yang baik dapat memberikan suatu kesan positif untuk suatu acara bagi orang-orang yang mendengar tersebut.
Sambutan umumnya melakukan satu atau beberapa hal berikut ini :
1. Memberi pengaruh positif kepada orang lain tentang acara yang disuguhkan
2. Memberi suatu pemahaman atau informasi pada orang lain.
3. Membuat orang lain senang dengan sambutan yang menghibur sehingga orang lain senang dan puas dengan ucapan yang kita sampaikan.
Berdasarkan pada sifat dari isi sambutan, sambutan dapat dibedakan menjadi :
1. Sambutan pidato pembukaan, adalah pidato singkat yang dibawakan oleh pembaca acara atau mc.
2. Sambutan pidato pengarahan adalah pdato untuk mengarahkan pada suatu pertemuan.
3. Pidato sambutan, yaitu merupakan pidato yang disampaikan pada suatu acara kegiatan atau peristiwa tertentu yang dapat dilakukan oleh beberapa orang dengan waktu yang terbatas secara bergantian.
4. Sambutan pidato peresmian, adalah pidato yang dilakukan oleh orang yang berpengaruh untuk meresmikan sesuatu.
Teknik atau metode dalam membawakan suatu sambutan di depan umum :
1. Metode menghapal, yaitu membuat suatu rencana pidato sambutan lalu menghapalkannya kata per kata.
2. Metode serta merta, yakni membawakan pidato sambutan tanpa persiapan dan hanya mengandalkan pengalaman dan wawasan. Biasanya dalam keadaan darurat tak terduga banyak menggunakan tehnik serta merta.
3. Metode naskah, yaitu berpidato dengan menggunakan naskah yang telah dibuat sebelumnya dan umumnya dipakai pada pidato sambutan resmi.
Sebelum memberikan sambutan di depan umum, ada baiknya untuk melakukan persiapan berikut ini :
1. Wawasan pendengar pidato sambutan secara umum
2. Mengetahui lama waktu atau durasi pidato sambutan yang akan dibawakan
3. Menyusun kata-kata yang mudah dipahami dan dimengerti.
4. Mengetahui jenis sambutan dan tema acara.
5. Menyiapkan bahan-bahan dan perlengkapan pidato sambutan, dsb.
Skema susunan suatu sambutan yang baik adalah :
1. Pembukaan dengan salam pembuka
2. Pendahuluan yang sedikit menggambarkan isi
3. Isi atau materi sambutan secara sistematis
4. Penutup

KHUTBAH
Secara etimologis (harfiyah), khuthbah artinya : pidato, nasihat, pesan (taushiyah). Sedangkan menurut terminologi Islam (istilah syara’); khutbah (Jum’at) ialah pidato yang disampaikan oleh seorang khatib di depan jama’ah sebelum shalat Jum’at dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun tertentu, baik berupa tadzkiroh (peringatan, penyadaran), mau’idzoh (pembelajaran) maupun taushiyah (nasehat). Berdasarkan pengertian di atas, maka khutbah adalah pidato normatif, karena selain merupakan bagian dari shalat Jum’at juga memerlukan persiapan yang lebih matang, penguasaan bahan dan metodologi yang mampu memikat perhatian. Selain khutbah Jum’at, ada pula khutbah yang dilaksanakan sesudah sholat, yaitu: khutbah ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha, khutbah sholat Gerhana (Kusuf dan Khusuf). Sedangkan khutbah nikah dilaksanakan sebelum akad nikah.
Khutbah mempunyai arti yaitu memberi nasihat,. Sayangnya, media ini terkadang kurang dimanfaatkan secara optimal. Para khathib seringkali menyampaikan khutbah yang membosankan yang berputar-putar dan itu-itu saja. Akibatnya, banyak para hadirin yang terkantuk-kantuk dan bahkan tertidur.
Syarat-syarat khotbah adalah sebagai berikut:
- Khatib (orang yang berkhutbah) harus suci dari hadas baik besar maupun kecil.
- Khatib harus suci dari najis baik badan, pakaian maupun tempat.
- Khatib harus menutup aurat (dalam khutbah jumat)
- Khatib harus berdiri bila mampu.
- Khatib harus menyampaikan khutbahnya dengan suara keras hingga terdengar oleh para jamaah
- Khatib harus duduk di antara dua khutbah dengan tuma’ninah (dalam khutbah Kumat).
- Rukun-rukun khutbah harus disampaikan dengan bahasa Arab, selebihnya bisa menggunakan bahasa yang dapat dipahami dan sesuai dengan jama’ahnya (dalam khutbah Jumat).
Khutbah dalam ajaran agama Islam memiliki beberapa rukun yang dipenuhi. Rukun-rukun itu adalah:
• Wajib dimulai dengan hamdalah, yaitu lafaz yang memuji Allah SWT. Misalnya lafaz alhamdulillah, atau innalhamda lillah, atau ahmadullah. Pendeknya, minimal ada kata alhamd dan lafaz Allah, baik di khutbah pertama atau khutbah kedua.
• Shalawat kepada Nabi SAWShalawat kepada nabi Muhammad SAW harus dilafadzkan dengan jelas, paling tidak ada kata shalawat. Misalnya ushalli ‘ala Muhammad, atau as-shalatu ‘ala Muhammad, atau ana mushallai ala Muhammad.Namun nama Muhammad SAW boleh saja diucapkan dengan lafadz Ahmad, karena Ahmad adalah nama beliau juga sebagaimana tertera dalam Al-Quran.
• Washiyat untuk Taqwa Yang dimaksud dengan washiyat ini adalah perintah atau ajakan atau anjuran untuk bertakwa atau takut kepada Allah SWT. Dan menurut Az-Zayadi, washiyat ini adalah perintah untuk mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sedangkan menurut Ibnu Hajar, cuukup dengan ajakan untuk mengerjakan perintah Allah. Sedangkan menurut Ar-Ramli, washiyat itu harus berbentuk seruan kepada ketaatan kepada Allah.Lafadznya sendiri bisa lebih bebas. Misalnya dalam bentuk kalimat: takutlah kalian kepada Allah. Atau kalimat: marilah kita bertaqwa dan menjadi hamba yang taat.
• Membaca ayat Al-Quran pada salah satunyaMinimal satu kalimat dari ayat Al-Quran yang mengandung makna lengkap. Bukan sekedar potongan yang belum lengkap pengertiannya. Maka tidak dikatakan sebagai pembacaan Al-Qur’an bila sekedar mengucapkan lafaz:
tsumma nazhar. Tentang tema ayatnya bebas saja, tidak ada ketentuan harus ayat tentang perintah atau larangan atau hukum. Boleh juga ayat Quran tentang kisah umat terdahulu dan lainnya.
• Doa untuk umat Islam di khutbah kedua. Pada bagian akhir, khatib harus mengucapkan lafaz yang doa yang intinya meminta kepada Allah kebaikan untuk umat Islam. Misalnya kalimat: Allahummaghfir lil muslimin wal muslimat . Atau kalimat Allahumma ajirna minannar.
Hal-hal yang disunahkan dalam khutbah jumat antara lain:
o Berdiri di tempat yang tinggi (mimbar)
o Memberi salam, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir ra.: “Sesungguhnya Nabi SAW. apabila telah naik mimbar, (beliau) memberi salam”. (HR. Ibnu Majah).
o Menghadap Jama’ah, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Adi bin Tsabit dari ayahnya dari kakeknya: “Adalah Nabi SAW. apabila telah berdiri di atas mimbar, shahabat-shahabatnya menghadapkan wajah mereka ke arahnya”. (HR. Ibnu Majah).
o Suara jelas penuh semangat, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir r.a: “Adalah Rasulullah SAW. apabila berkhutbah kedua matanya menjadi merah, suaranya lantang/tinggi, berapi-api bagaikan seorang panglima (yang memberi komando kepada tentaranya) dengan kata-kata “Siap siagalah di waktu pagi dan petang”. (HR. Muslim dan Ibnu Majah).
o Singkat, padat, akurat dan memikat, Rasulullah SAW. bersabda :
“Adalah Rasulullah SAW. biasa memanjangkan shalat dan memendekkan khutbahnya”. (HR. Nasai dari Abdullah bin Abi Auf).
6. Gerakan tangan tidak terlalu bebas, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Abdurrahman bin’ Sa’ad bin ‘Ammar bin Sa’ad ia berkata: “Adalah Nabi SAW. apabila berkhutbah dalam suatu peperangan beliau berkhutbah atas anak panah, dan bila berkhutbah di hari Jum’at belaiu berpegangan pada tongkat”. (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi).
o Seusai khutbah kedua segera turun dari mimbar, berdasarkan hadits Nabi SAW. “Adalah shahabat Bilal itu menyerukan adzan apabila Nabi SAW. telah duduk di atas mimbar, dan ia iqomah apabila Nabi SAW. telah turun”. (HR. Imam Ahmad dan Nasai).
o Tertib dalam membacakan rukun-rukun khutbah, yaitu: Hamdalah, Syahadat, Shalawat, wasiyat, Ayat Al-Qur’an dan Do’a.
Dalam khutbah Jumat pelaksanaannya mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena di samping berisi nasihat-nasihat, khutbah juga merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dari shalat jum’at. Sekalipun demikian, mengenai pelaksanaannya masih diperdebatkan oleh para ulama. Seperti yang ditunjukkan sekarang ini dalam pelaksanaan khutbah di tengah-tengah masyarakat, ada yang hanya satu kali berdiri saja (satu khutbah) dan ada yang berdiri dua kali setelah diselingi duduk beberapa saat di antara keduanya (dua khutbah).
Seorang ahli fiqih terkemuka, Ibnu Rusyd, dalam karyanya ”Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid” menerangkan bahwa perbedaan ini berasal dari perbedaan pendapat mengenai hukum duduk di antara dua khutbah (qu’ud bain al-khutbatain). Jika duduk itu dimaksudkan untuk istirahat bagi khatib, berarti duduk itu bukan merupakan syarat. Namun jika hal itu dianggap sebagai ibadah, berarti duduk itu merupakan syarat yang harus dikerjakan. (Suparta, 2006: 29) Dalam kaitannya dengan masalah ini, Imam malik berpendapat bahwa duduk (untuk berpindah khutbah kedua) bukan merupakan syarat khutbah. Sementara Imam Syafi’i mengemukakan bahwa duduk merupakan syarat. Dua pandangan ini jelas berbeda, meski perbedaan tersebut hanya dalam soal pemahaman tentang arti duduk di antara dua khutbah. Jadi, tidak begitu prinsip.
Dalam praktiknya tetap saja mereka mewajibkan dan melaksanakan dua khutbah. Hanya yang satu menganut pemahaman hukum dari segi lughawi saja dan yang lainnya dari syar’i. Artinya, dua khutbah bagi kelompok yang lughawiyah adalah dua khutbah yang dibedakan hanya dengan ucapan hamdallah, sebagaimana kebiasaan dalam khutbah yang menggunakan bahasa Arab. Kelompok ini mencukupkan dirinya dengan memahami hukum secara garis besar saja tidak serinci kelompok syar’iyyah.Pada kelompok Syar’i, dua khutbah itu dibedakan tidak hanya oleh kughat hamdallah, tetapi juga hingga tata cara fisik. Di dalam pelaksanaan khutbah tersebut hanya diperhatikan duduk berdirinya istirahatnya, kalimat yang diucapkannya, bahasa yang digunakanny. Berkenaan dengan kehati-hatian (ihtiyat) dari sini lah para fuqaha merumuskan rukun dan syarat khutbah. Dijelaskan dalam sebuah hadits bahwa Nabi saw menyelenggarakan khutbah jum’at dengan dua bagian khutbah:
Artinya: ” Dari Ibnu Umar ra. Bahwasanya Nabi saw, berkhutbah pada hari jum’at (dengan berdiri), kemudian duduk, kemudian berdiri dan berkhutbah.
(Abu ubaidillah) menerangkan : ” Sebagaimana yang kalian kerjakan” (HR Al-Tirmidzi diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah dan Jabir bin Samurah). Hadits ini menurut Abu Isa adalah hadits hasan lagi shahih, karena Ibnu Umar yang melihat secara langsung. Dengan demikian, tata cara melaksanakan khutbah yang dilakukan oleh Nabi, yaitu khutbah dengan duduk sebentar di antara dua khutbah.
Unsur-unsur yang terdapat didalam materi khutbah yaitu:
• Konsep, yang terdapat dalam pengertian khutbah yang mana khutbah diartikan sebagai memberi nasehat. Selain itu juga dalam materi di atas terdapat syarat-syarat dan rukun-rukun dari khutbah yang mana itu juga termasuk dari bagian konsep.
• Prinsip, yang terdapat dalam materi sunnah-sunnah, syarat-syarat khutbah, dan rukun-rukun khutbah.
• Proses, yang terdaapat dalam materi pelaksanaan khutbah dan kedudukan khutbah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan khotib dalam melaksanakan khutbah adalah sebagai berikut:
o Melakukan persiapan, mental, fisik dan naskah khutbah
o Memilih materi yang tepat dan up to date
o Melakukan latihan seperlunya
o Menguasai materi khutbah
o Menjiwai isi khutbah
o Bahasa yang mudah difahami
o Suara jelas, tegas dan lugas
o Pakaian sopan, memadai
o Waktu maksimal 15 menit (dalam khutbah Jumat)
o Bersedia menjadi Imam shalat Jum’at (dalam khutbah Jumat)
Khutbah sama halnya memiliki materi-materi yang wajib dipenuhi. Hal ini untuk menghindari kejemuan umat yang mendengar. Materi-materi itu antara lain:
• Tegakkan akidah, murnikan ibadah, perluas ukhuwwah
• Evaluasi amaliah (ummat) mingguan
• Kaji masalah secara cermat dan singkat
• Berikan solusi yang tepat
• Tema-tema lokal peristiwa keseharian lebih diutamakan
• Hindari materi yang menjenuhkan atau persoalan tanpa pemecahan


LAMPIRAN
1. Contoh sambutan
Assalamu alaikum wr.wb
Saudara-saudara sekalian !
RW/RT kelurahan panjang utara yang saya hormati
Bapak/Ibu Warga kelurahan panjang yang saya hormati

Marilah kita panjatkan segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah mewajibkan kita untuk selalu bersyukur kepadaNYA ketika dalam suka dan ada didalam dukacita.

Salawat dan salam atas penutup sekalian Nabi-Nabi, dan sejahtera atas keluarga dan Sahabat-sahabatnya yang telah berjihad dalam meninggikan agama allah serta telah bersabar menerima segala ujian.

Saya Muhammad saeful Anwar, selaku Camat kelurahan panjang utara sangat berbahagia sekali dapat bertatap muka secara langsung dengan warga kelurahan panjang utara pada saat ini, dan saya sangat berterima kasih atas antusiasme yang telah diberikan.

Warga kelurahan panjang utara yang berbahagia, telah kita ketahui bersama bahwasanya minyak tanah merupakan salah satu kebutuhan yang harus terpenuhi, tanpa minyak tanah kita tidak dapat melakukan banyak kegiatan seperti memasak dan lain sebaginya.

Telah kita ketahui pula bersama bahwasanya kelangkaan minyak tanah dinegara kita telah terjadi, hal ini disebabkan oleh banyak hal dianatarnya ketersediaan minyak dinegara kita telah berkurang dan pemerintah tidak dapat memasok minyak dunia ke negara kita dikarenakan harga minyak dunia melambung naik. Kenaikan minyak tersebut membuat pemerintah kita tidak dapat memberikan subsidi kembali kepada minyak untuk warga negara.

Namun pemerintah tidak tinggal diam menangapi hal ini, pemerintah mencari jalan terbaik untuk mengatasi kelangkaan ini dengan menyiapakan kompor gas dan tabung-tabung gas yang siap diguanakan untuk mentransformasikan penggunaan kompor minyak ke kompor gas.

Adapun yang akan diberikan pemerintah adalah kompor gas dan tabung gas berukuran 3 kg, kedua benda ini akan diberikan gratis oleh pemerintah untuk kita, kompor gas dan tabung gas ini akan diberikan kepada masyarakat disemua golongan dalam 1 kepala keluaraga. Kompor gas dan tabung gas ini didesain khusus oleh pemerintah sehingga dapat memberikan nilai ekonomis dalam penggunaanya dibandingkan penggunaan kompor minyak, dan memberikan keamanan yang baik pula.

Pada hari ini kita berkumpul disini untuk mendapatkan kompor gas dan tabung gas tersebut saya berharap seluruh warga panjang utara dapat menerimanya, dan saya berharap dapat digunakan dengan baik tanpa adanya hambatan apapun dan apabila warga memiliki hambatan akan hal ini diharapkan segera melaporkan ke RT/RW tempat anda tinggal, insya allah mereka akan membantu anda dengan baik.

Sekian sambutan yang dapat saya berikan, pabila ada kata dan tutur kata yang kurang berkenan dihati saudara sekalian saya mohon maaf..wabillahi toufik walhidayah wassalammu alaikum waroh matullahi wabarokatuh.

2. Contoh khutbah
Sudah terujikah Iman kita..?
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ
سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنْ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Pada kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi pernyataan iman kita, adalah kita harus siap menghadapi ujian yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta’ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu arah dan tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan sesaat, ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan seperti yang digambarkan Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam surat Al-Ankabut ayat 10:
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami adalah besertamu.” Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia”?
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Bila kita sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah iman yang kita miliki yaitu Surga sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhannahu wa Ta’ala :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah Surga Firdaus menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepada kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah memberikan sindiran kepada kita, yang ingin masuk Surga tanpa melewati ujian yang berat.
Apakah kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah 214).
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang dulu dalam perjuangan mereka mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada shahabat Khabbab Ibnul Arats Radhiallaahu anhu.
لَقَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الْحَدِيْدِ مَا دُوْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ وَيُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مِفْرَقِ رَأْسِهِ فَيَشُقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ. (رواه البخاري).
… Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir dengan sisir besi (sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya, dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya… (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202).
Cobalah kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan kita? cobaan apa yang telah kita alami dalam mempertahankan iman kita? Apa yang telah kita korbankan untuk memperjuangkan aqidah dan iman kita? Bila kita memper-hatikan perjuangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam dan orang-orang terdahulu dalam mempertahankan iman mereka, dan betapa pengorbanan mereka dalam memperjuangkan iman mereka, mereka rela mengorbankan harta mereka, tenaga mereka, pikiran mereka, bahkan nyawapun mereka korbankan untuk itu. Rasanya iman kita ini belum seberapanya atau bahkan tidak ada artinya bila dibandingkan dengan iman mereka. Apakah kita tidak malu meminta balasan yang besar dari Allah sementara pengorbanan kita sedikit pun belum ada?
Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah!
Ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah berbeda-beda.
Dan ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat macam ujian yang telah dialami oleh para pendahulu kita:
Yang pertama: Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti perintah Allah kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih putranya yang sangat ia cintai. Ini adalah satu perintah yang betul-betul berat dan mungkin tidak masuk akal, bagaimana seorang bapak harus menyembelih anaknya yang sangat dicintai, padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri mengatakan:
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat 106).
Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim Alaihissalam yang benar-benar sudah tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya perintah yang sangat berat itupun dijalankan.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Shallallaahu alaihi wa salam dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berat itupun dijalankannya.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berharga bagi kita, dan sangat perlu kita tauladani, karena sebagaimana kita rasakan dalam kehidupan kita, banyak sekali perintah Allah yang dianggap berat bagi kita, dan dengan berbagai alasan kita berusaha untuk tidak melaksanakannya. Sebagai contoh, Allah telah memerintahkan kepada para wanita Muslimah untuk mengenakan jilbab (pakaian yang menutup seluruh aurat) secara tegas untuk membedakan antara wanita Muslimah dan wanita musyrikah sebagaimana firmanNya:
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mumin” “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab, 59).
Namun kita lihat sekarang masih banyak wanita Muslimah di Indonesia khususnya tidak mau memakai jilbab dengan berbagai alasan, ada yang menganggap kampungan, tidak modis, atau beranggapan bahwa jilbab adalah bagian dari budaya bangsa Arab. Ini pertanda bahwa iman mereka belum lulus ujian. Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam memberikan ancaman kepada para wanita yang tidak mau memakai jilbab dalam sabdanya:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا؛ قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا. (رواه مسلم).
“Dua golongan dari ahli Neraka yang belum aku lihat, satu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, yang dengan cambuk itu mereka memukul manusia, dan wanita yang memakai baju tetapi telanjang berlenggak-lenggok menarik perhatian, kepala-kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium wanginya”. (HR. Muslim, Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan, juz 14 hal. 109-110).
Yang kedua: Ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti halnya yang terjadi pada Nabi Yusuf Alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan cantik, istri seorang pembesar di Mesir yang mengajaknya berzina, dan kesempatan itu sudah sangat terbuka, ketika keduanya sudah tinggal berdua di rumah dan si perempuan itu telah mengunci seluruh pintu rumah. Namun Nabi Yusuf Alaihissalam membuktikan kualitas imannya, ia berhasil meloloskan diri dari godaan perempuan itu, padahal sebagaimana pemuda umumnya ia mempunyai hasrat kepada wanita. Ini artinya ia telah lulus dari ujian atas imannya.
Sikap Nabi Yusuf Alaihissalam ini perlu kita ikuti, terutama oleh para pemuda Muslim di zaman sekarang, di saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran merebak di mana-mana, minuman keras dan obat-obat terlarang sudah merambah berbagai lapisan masyarakat, sampai-sampai anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar pun sudah ada yang kecanduan. Perzinahan sudah seakan menjadi barang biasa bagi para pemuda, sehingga tak heran bila menurut sebuah penelitian, bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya enam dari sepuluh remaja putri sudah tidak perawan lagi. Di antara akibatnya setiap tahun sekitar dua juta bayi dibunuh dengan cara aborsi, atau dibunuh beberapa saat setelah si bayi lahir. Keadaan seperti itu diperparah dengan semakin banyaknya media cetak yang berlomba-lomba memamerkan aurat wanita, juga media elektronik dengan acara-acara yang sengaja dirancang untuk membangkitkan gairah seksual para remaja. Pada saat seperti inilah sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu ditanamkan dalam dada para pemuda Muslim. Para pemuda Muslim harus selalu siap siaga menghadapi godaan demi godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang kemaksiatan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam telah menjanjikan kepada siapa saja yang menolak ajakan untuk berbuat maksiat, ia akan diberi perlindungan di hari Kiamat nanti sebagaimana sabdanya:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ … وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ … (متفق عليه).
“Tujuh (orang yang akan dilindungi Allah dalam lindungan-Nya pada hari tidak ada perlindungan selain perlindunganNya, .. dan seorang laki-laki yang diajak oleh seorang perempuan terhormat dan cantik, lalu ia berkata aku takut kepada Allah…” (HR. Al-Bukhari Muslim, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari cet. Daar Ar-Rayyan, juz 3 hal. 344 dan Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayaan, juz 7 hal. 120-121).
Yang ketiga: Ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit, ditinggalkan orang yang dicintai dan sebagainya. Sebagai contoh, Nabi Ayyub Alaihissalam yang diuji oleh Allah dengan penyakit yang sangat buruk sehingga tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang selamat dari penyakit itu selain hatinya, seluruh hartanya telah habis tidak tersisa sedikitpun untuk biaya pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah dirinya, seluruh kerabatnya meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama delapan belas tahun, sampai pada saat yang sangat sulit sekali baginya ia memelas sambil berdo’a kepada Allah:
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayuub ketika ia menyeru Tuhan-nya;” Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 51).
Dan ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub Alaihissalam untuk menghantamkan kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air dan Allah menyuruhnya untuk meminum dari air itu, maka hilanglah seluruh penyakit yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 52). Begitulah ujian Allah kepada NabiNya, masa delapan belas tahun ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang sangat berat, namun di sini Nabi Ayub Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya, tidak sedikitpun ia merasa menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk menanggalkan imannya. Iman seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara kita yang tega menjual iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan sebungkus sarimi, karena tidak tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin tidak seberapa bila dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub Alaihissalam ini.
Sidang jamaah rahima kumullah
Yang keempat: Ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak menyenangi Islam. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa salam dan para sahabatnya terutama ketika masih berada di Mekkah kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji dengan berbagai cobaan berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa. Di antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah n di akhir tahun ketujuh kenabian, ketika orang-orang Quraisy bersepakat untuk memutuskan hubungan apapun dengan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam beserta Bani Abdul Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika kedua suku itu bersedia menyerahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam untuk dibunuh. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-orang yang membelanya terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan dan penderitaan yang hebat. (DR. Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).
Juga apa yang dialami oleh para shahabat tidak kalah beratnya, seperti apa yang dialami oleh Yasir z dan istrinya Sumayyah dua orang pertama yang meninggal di jalan dakwah selama periode Mekkah. Juga Bilal Ibnu Rabah Radhiallaahu anhu yang dipaksa memakai baju besi kemudian dijemur di padang pasir di bawah sengatan matahari, kemudian diarak oleh anak-anak kecil mengelilingi kota Mekkah dan Bilal Radhiallaahu anhu hanya mengucapkan “Ahad, Ahad” (DR. Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 154-155).
Dan masih banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa pengorbanan dan penderitaan mereka dalam perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun penderitaan itu tidak sedikit pun mengendorkan semangat Rasulullah dan para shahabatnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan Islam.
Musibah yang dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam di berbagai tempat sekarang akibat kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian dari Allah kepada umat Islam di sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi umat Islam di daerah-daerah lain. Umat Islam di Indonesia khususnya sedang diuji sejauh mana ketahanan iman mereka menghadapi serangan orang-orang yang membenci Islam dan kaum Muslimin. Sungguh menyakitkan memang di satu negeri yang mayoritas penduduknya Muslim terjadi pembantaian terhadap kaum Muslimin, sekian ribu nyawa telah melayang, bukan karena mereka memberontak pemerintah atau menyerang pemeluk agama lain, tapi hanya karena mereka mengatakan: ( Laa ilaaha illallaahu ) لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, tidak jauh berbeda dengan apa yang dikisahkan Allah dalam surat Al-Buruj ayat 4 sampai 8:
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan karena orang-orang Mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Peristiwa seperti inipun mungkin akan terulang kembali selama dunia ini masih tegak, selama pertarungan haq dan bathil belum berakhir, sampai pada saat yang telah ditentukan oleh Allah.
Kita berdo’a mudah-mudahan saudara-saudara kita yang gugur dalam mempertahankan aqidah dan iman mereka, dicatat sebagai para syuhada di sisi Allah. Amin. Dan semoga umat Islam yang berada di daerah lain, bisa mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa, sehingga mereka tidak lengah menghadapi orang-orang kafir dan selalu berpegang teguh kepada ajaran Allah serta selalu siap sedia untuk berkorban dalam mempertahankan dan meninggikannya, karena dengan demikianlah pertolongan Allah akan datang kepada kita, firman Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad: 7).
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ. وَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ.
Hadirin jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah!
Sebagai orang-orang yang telah menyatakan iman, kita harus mempersiapkan diri untuk menerima ujian dari Allah, serta kita harus yaqin bahwa ujian dari Allah itu adalah satu tanda kecintaan Allah kepada kita, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam :
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا اِبْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ. (رواه الترمذي، وقال هذا حديث حسن غريب من هذا الوجه).
“Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan (ujian), Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai satu kaum Ia akan menguji mereka, maka barangsiapa ridha baginyalah keridhaan Allah, dan barangsiapa marah baginyalah kemarahan Allah”. (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata hadits ini hasan gharib dari sanad ini, Sunan At-Timidzy cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, juz 4 hal. 519).
Mudah-mudahan kita semua diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah dalam menghadapi ujian yang akan diberikan olehNya kepada kita. Amin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ.
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ اْلإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ.
اَللَّهُمَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ يَخَافُكَ فِيْنَا وَلاَ يَرْحَمُنَا.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
3. Contoh pidato
Assalamualaikum wr. wb.,
Salam sejahtera bagi kita semua. Yang saya horamati Bapak Wakil Presiden RI, Para Gubernur atau yan mewakili.
Hadirin yang berbahagia, puji syukur kehadirat Tuahn Yang Maha Esa, karena kita dapat berkumpul di taman Wisata Mekarsari dalam acara Pembukaan Pekan Lingkungan Hidup 2007. Hari ini terasa istimewa karena kita berkumpul di alam terbuka sebagai salah satu acara dari rangkaian peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang bertemakan “Iklim Berubah, Waspadalah Terhadap Bencana Lingkungan!”
Tema ini sangat penting untuk mengingtakan kita bahwa saat ini, sedang terjadi perubahan iklim secara global aibat meningkatnya gas rumah kaca yang berlebihan akibat pembakaran bahan bakar fosil oleh penduduk dunia. Pemanasan global yang diikuti dengan perubahan iklim menyebabkan pola curaqah hujan berlebihan atau sebaliknya kemasau yang panjang. Akibatnya muncul berbagai bencana, seperti banjir, longsor, peningkatan penyakit epidemik, dan perubahan musim tanam yag membahayakan dan merugikan manusia.
Sesuai dengan hasil penelitian para ahli, perubahan iklim juga membawa risiko kepunahan tumbuhan dan hewan sekitar 20-30 persen. Sabagai salah satu negara yangg mempunyai keanekaragaman hayati terbesar di dunia, Indonesia dijuluki Megadiversity country yang mempunyai 12 persen mamalia dunia, 17 persen jenis burung di dunia, peringkat ke-4 primata dunia, dan peringkat ke-6 amfibi. Untuk mengurangi kepunahan keanekaragaman hayati, Indonesia harus mempunyai kebijakan konservasi terhadap semua sumber daya keanekaragaman hayati. Hal itu termasuk sumber daya genetik ternak dan tanaman pertanian. Semua itu guna pemenuhan kebutuhan manusia di masa mendatang. Partisipasi seluru pihak, seperti masyarakat umum, dunia usaha, lembaga penelitian, pemerintah dalam upaya menyelamatkan ekosistem sebagai habitat semua jinis spesies sangat diperlukan.
Bersama ini, perkenankan saya untuk mengutip apa yang disampaikan Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia dalm lawatannya ke Jepang kemarin. Beliau mengatakan bahwa Indonesia mengajak negara-negara dunia untuk bersama-sama menaggulangi permasalahan pemanasan global. Ditambahkan pula bahwa Indonesia akan berupaya maksimal untuk melestarikan
hitanm dan lahan. Oleh karena hutan Indonesia merupakan paru-paru dunia, harus ada tanggungjawab negara-negara lain dalam melestarikan hutan dan pencemarannya.
Hadirin yang saya hormati,
Sejalan dengan itu, pada acara ini akan dilakukan penanaman pohon khas dari berbagai propinsi di Wahana Puspa Daerah, Taman Wisata Mekarsari oleh Bapak Wakil Republik Indonesia bersama para Gubernur. Hal ini merupakan upaya konservasi dan edukasi bagi pelajar, pendidik, serta masyarakat umum untuk mengenali keindahan dan kekayaan hayati Indonesia yang khas dan yang terdapat di seluruh Indonesia.
Segai wadah untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam mengelola lingkungan, Pekan Lingkungan Indonesia ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk menggalang partisipasi masyarakat Indonesia untuk turut serta mengurangi emisigas rumah kaca. Untuk meminimalkan pemanasan global yang memicu perubahan iklim, diharapkan kita dapat mengubah sikap dan perilaku kita sehari-hari. Hal ini diperlukan karena pada tanggal 3-14 Desember 2007 di Denpasar, Bali, Indonesia akan menjadi tuan rumah pelaksanaan Conference of Parties (COP) United Nation Framework Convention on Climate Cange (UNFCCC). Pada kesempatan ini, Indonesia akan berperan besar dalam diplomasi internasional untuk membela kepentingan lingkungan nasional dan global. Mari kita tunjukan kepada dunia, bahwa masyarakat dan pemerintah Indonesia telah melakukan adaptasi dan mitigasi sebagai antisipasi perubahan iklim yang dapat membawa bencana lingkungan.
Hadirin yang berbahagia,
Selama Pekan Lingkungan Indonesia 2007, diadakan kegiatan seperti “Ajang Kreasi Siswa di Bidang Lingkungan melalui Teknologi Informasi” yang diikuti oleh 1000 siswa, “Kemah hijau” yang diikuti oleh 300 siswa, berbagi dialog, seminar, lokakarya, dan pameran lingkungan hidup yang berlangsung di Jakarta Convention Center. Pada tahun ini, pameran lingkungan diikuti oleh 208 organisasi atau lembaga yang terdiri atas berbagai kelompok masyarakat, seperti kelompok perempuan, pemuda, penyandang cacat, organisasi masyarakat, dunia usaha, perguruan tinggi dan instansi pemerintah pusat maupun perwakilan berbagai pemerintah daerah. Pada kesempatan ini pula jalinan kerja sama dengan mitra-mitra lingkungan semakin dieratkan dengan dilakukannya berbagai kesempatan bersama dengan asosiasi profesi, seperti Persatuan Guru Republik Indonesia dan Ikatan Arsitek Landsekap Indonesia.
Hadirin yang berbahagia,
Terima kasih disampaikan kepada semua pihak baik penyelenggara, peserta kegiata, peserta pameran maupun pengunjung dari berbagau daerah di seuruh Indonesia yang turut berpartisipasi dalam Pekan Lingkungan Indonesia 2007.
Selanjutnya, saya mohon kesediaan Bapak Wakil Preseden Republik Indonesia untuk menanam pohon daerah bersama-sama para Gubernur. Setelah itu, Bapak Wakil Presiden dimohon untuk memberikan sambutan yang menandai diresmikannya Peka Lingkungan Indonesia 2007. Kemudian, Bapak dimohon untuk melakukan peninjauankemah hijau dan pameran buah-buahan.
Wassalammualaikum wr. wb.