Mengenai Saya

Foto saya
Perempuan kelahiran Kota Malang yang terus belajar, mencoba, lalu berkreasi
Hai! Selamat datang dan selamat menikmati sajian tulisan-tulisan yang semoga bermanfaat ini. Kotak saran dan kritik sangat terbuka, jadi jangan sungkan-sungkan untuk memberikan komentar. Jangan lupa menuliskan sumbernya ya jika mau merujuk tulisan-tulisan di blog ini. Have a nice surf :)

Rabu, 18 Juli 2012

TEATER PRIMITIF


Oleh: Silka Yuanti Draditaswari
Mahasiswa Sastra Indonesia
Universitas Negeri Malang

            Sejarah panjang pembentukan teater dan drama terentang ke masa lalu melalui magi dan mitos yang penuh ketidakpastian, kabur, tetapi menggetarkan. Apabila kita mentakasikan penemuan lukisan-lukisan kuno di gua-gua di Perancis-Selatan yang berupa gambar-gambar dukun penyembuh bertopeng menyerupai rusa jantan 10 ribu hingga 50 ribu tahun yang lalu, maka kita mengetahui bahwa saat itulah sejarah teater dan drama dimulai.
Drama dan teater hadir lebih dahulu daripada agama-agama wahyu. Penelitian Macgowan-Melnitz di tahun 1995 menemukan bahwa perkembangan teater dan drama dimulai ketika meningkatkan siasat dan memantapkan perburuan. Magi meniru kemudian dilengkapi dan dikembangkan manusia dengan tarian, musik dan penggunaan topeng. Manusia kemudian menyempurnakannya dengan dialog musi, topeng, dan dialog menjadi suatu upacara untuk menurunkan hujan, dan meningkatkan hasil. Gerak tiruan, panen, serta upacara inisiasi. Upacara-upacara tersbut kemudian digunkaan pula untuk memuja arwah leluhur. Arwah leluhur dianggap sebagai dewa-dewa dan harus dipuja melalui tarian dan nyanyian.
Melalui sejarah singkat di atas, maka dapat diketahui bahwa jenis teater yang pertama kali muncul adalah teater primitif. Dalam kenyataannya, teater semacam itu, hingga saat ini, ditemukan di hampir semua suku bangsa di permukaan bumi ini, sehingga dapatlah diduga bahwa apa yang dikerjakan Homer dan Herdotus pada masa pra sejarah menulis tentang nenek moyang atau pun dewa-dewa ternyata ditiru oleh manusia masa kini.
Teori tentang awal mula teater yang berkembang selama ini adalah teater muncul pada zaman Yunani Klasik. Teori ini dipercaya berdasarkan pada kaitan antara teater sebagai seni pertunjukan dan teater sebagai ritual. Bukti dari keterkaitan tersebut adalah pertama teater berasal dari ritus. Teori yang paling tua ini terkait dengan ritus fertilitas, pembuatan hujan, dan magi simpati. Semula manusia melihat adanya berbagai kekuatan alam yang mengerikan yang dikaitkan dengan pergantian musim. Kekuatan alam ini muncul dan lenyap atau berganti tanpa diduga. Kemudian manusia memberi korban untuk menyenangkan skaligus menenangkan kekuatan tersebut. Pada perjalan waktu, pengorbanan tersebut menjadi suatu peristiwa yang memiliki bentuk sebagai suatu upacara keagamaan. Orang yang bertugas menjadi pemimpin upacara disebut pendeta. Upacara inilah yang memililki bibit-bibit teater, semisal pendeta memakai topeng yang menyerupai binatang atau kostum seperti tokoh-tokoh supranatural.
Kedua, teori menyangkal Dionysus dan Osiris. Teori ini menyebut bahwa teater berasal dari cerita-cerita kepahlawanan yang belum mencapai tingkat kedewaan. Para pahlawan yang berasal dari kalangan satira ataupun raja. Cerita tersebut disampaikan dalam tarian perang yang digunakan sebagai magi simpati untuk memantapkan kekalahan musuh, dan merangsang keberanian berperang. Teori ini menunjukkan bahwa cerita tentang pahlawan-pahlawan itu diceritakan dalam upacara keagamaan di makam-makam, dan cerita ini berkembang dari tari dan nyanyi yang dipentaskan kembali ke dalam peristiwa dramatik. Pementasan tersebut kemudian diiringi dengan pertandingan atletik.
Seiring berjalannya waktu, peran dan fungsi upacara keagamaan semakin terpisah jauh dari fungsi dan peran teater, seperti halnya peran dan fungsi pendeta dan aktor. Mengapa terjadi pemisahan antara peran dan fungsi pendeta dan aktor? Terdapat teori yang mengatakan bahwa pemisahan terjadi karena manusia secara perlahan berubah menjadi manusia yang mementingkan spesialisasi pribadinya. Perubahan tersebut menyebabkan munculnya berbagai aktivitas yang berbeda yang menonjolkan kemampuan, baik dalam pekerjaan, agama, maupun kesenian.
Ketiga, teater berasal dari kesukaan dasar manusia mendengarkan cerita-cerita. Inilah yang kelak menciptakan drama dan menghadirkan penonton. Aristoteles mencatat bahwa drama Yunani Klasik berbentuk dithyramb yaitu hymne yang disuarakan dengan keras dan ditujukan pada dewa Dionysus. Hymne ini berkaitan dengan cerita Dionysus. Kemudian episode Donysus hilang dan uapcara keagamaan muncul. Orang Yunani Klasik mencipta cerita Dionysus yang dikaitkan peristiwa alam, yaitu musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim salju. Dengan demikian pemujaan dewa Dionysus merupakan tanda dari kebaikan perubahan alam sekaligus perubahan nasib manusia. Festival dalam pemujaan dewa Dionysus menjadi peristiwa yang dramatis. Dari festival ini pula plot dramatik mulai dikenal, dan drama Yunani mulai berjaya. Sayembara pun mulai diadakan untuk pembuatan naskah drama, dan sebagai pemenang naskah drama pertama kali adalah Thespis (534 BC), pemimpin dithyramb dari Scaria. Sejak ia memainkan naskahnya untuk pertama kali, ia pun dikenal sebagai aktor pertama. Ia memisahkan diri dari koor, naik ke atas meja ritual dan bertanya pada koor yang segera dijawab dengan tarian dan nyanyian. Dialog pun muncul pertama kali melalui permainan Thespis dan koor.
Naskah teater tertua di dunia yang pernah ditulis seorang pendeta Mesir, I Kher-nefert, di zaman peradaban Mesir Kuno kira-kira 2000 tahun sebelum tarikh Masehi. Pada zaman itu epradaban Mesir Kuno sudah maju. Mereka sudah bisa membuat piramida, sudah mengerti irigasi, sudah bisa membuat kalender, sudah mengenal ilmu bedah, dan juga sudah mengenal tulis menulis.I Kher-nefert menulis naskah tersebut untuk sebuah pertunjukan teater di ritual kota Abydos, sehingga terkenal sebagai naskah Abydos yang menceritakan pertarungan antara dewa buruk dan dewa baik. jalan cerita naskah Abydos juga ditemukan tergambar dalam relief kuburan yang lebih tua. Para ahli bisa memperkirakan bahwa jalan cerita itu sudah ada dimainkan orang sejak tahun 5000 SM. Meskipun baru muncul sebagai naskah tertulis di tahun 2000 SM.
Unsur-unsur dari teater primtif adalah (1) peniruan, (2) tari, dan (3) topeng. Manusia adalah makhluk paling imitatif di dunia, dan pertama kali mereka belajar melalui meniru. Pertama-tama ia akan mencoba mengungkapkan kembali penampilan objek-objek yang ditirunya melalui pahatan dan lukisan. Kedua, manusia akan berusaha mereproduksi perilaku, sikap tubuh, raut wajah, dan bahkan cara berbicara orang lain, bahkan peristiwa di keseharian yang ia saksikan. Ketiga, merupakan tahap paling tinggi, manusia membuat magi dan ritual, tarian, dan upacara.
Pada tingkat primitif, tari adalah bentuk kesenian yang diperoleh melalui peniruan. Manusia mencoba meniru irama spontan gerak kaki binatang. Kegairahan upacara menghadirkan irama langkah kaki menyamai gerakan khsus binatang atau dewa yang ditirunya. Hasilnya adalah gerakan rumit kaki dan tubuh yang sulit ditiru penari professional masa kini. Tari merupakan bahasa kata bagi manusia primitif, kata-kata yang sangat tepat dan rumit. Kesalahan gerak tangan dan kaki dapat mengakibatkan kegagalan sepenuhnya mantra sebuah upacara. Kesalahan bahkan dapat menimbulkan hukumuan, mendatangkan aib, atau dihukum mati. Upacara yang dilakukan suku primitif kebanyakan berupa tarian, semisalnya tari ular, tari kano, tari kijang, tari jagung, tari kepiting, dan tari matahari. Tari-tari ini memiliki arti penting kekuatan upacara.
Topeng yang pertama kali digunakan oleh bangsa primtif, entah untuk menyamar ataupun melakukan magi simpati, hanya kepala dan kulit binatang buas. Di baik topeng terletak dua bentuk kepercayaan primtif yang kita sebut animisme dan totemisme. Topeng memainkan peran penting untuk pemujaan arwah leluhur di mana drama pertama kali muncul. Kepercayaan animism beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada di sekitarnya dikuasai oleh oh yang disebut anime atau jiwa. Roh tersebut memeiliki kekuatan yang lebih besar daripada roh yang masih ada dalam diri manusia, dan sulit diduga. Ia dapat pindah tempat dan mengambil bentuk lain. Roh tersebut menjadi sangat penting saat ia mendapat sifat kedewaan, dan manusia membuat topeng agar dapat berhubungan dengannya. Demikianlah topeng dibuat manusia menjadi semacam jimat bernyawa yang dapat dipakai manusia mengendalikan roh-roh dan membuat magi yang sangat kuat.
Manusia membuat topeng dari berbagai bahan. Kayu merupakan bahan pembuat topeng yang paling popular, juga metal, kulit dan batu, kerang, tanah liat, kain, anyaman kulit jagung bahkan tengkorak manusia. Orang Jepang selama 600 tahun membuat topeng drama Noh dengan cat dan ukiran yang sangat halus dan cangih. Suku Indian Amerika di daerah Barat Daya membuat topeng dengan cara sederhana, yaitu dari kepala dan kulit binatang. Ukir-ukiran tidak dibuat secara realistis. Topeng yang disebut Koyemshi dan Mud Heads hanya berbentuk kantong kulit berwarna coklat, dengan mata, telinga, dan mulut diikat berkerut, dan jambul di atas kepala yang diisi dengan debu yang diambil dari jalanan.