Mahasiswa Setengah IP
Oleh Silka Yuanti Draditaswari
Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia
Universitas Negeri Malang
Indeks Prestasi
Berapakah
IP kamu? Pertanyaan itu mungkin akan menjadi sebuah dilema untuk dijawab ketika
mahasiswa mencapai IP yang dianggap kurang. Meskipun tinggi rendahnya IP adalah
relatif bagi setiap orang. Hal itu menunjukkan bahwa mahasiswa menganggap IP
sebagai tolok ukur kepemilikan pengetahuan. IP (Indeks Prestasi) adalah hasil
pengukuran belajar dari semua matakuliah yang diikuti melalui tes dan
dinyatakan dalam bentuk angka 0-4 atau huruf A, B, C, D, dan E (Wikipedia, 2013).
Nilai tersebut menggambarkan tingkat prestasi belajar dalam satu semester atau
selama studi. Lebih jauh lagi, IP yang telah dikumulatif (IPK) dapat menentukan
kesempatan kerja yang lebih baik. Hampir seluruh lowongan pekerjaan
mensyaratkan pelamar harus memiliki IPK minimal 3,00. Memang betul bahwa mahasiswa
dengan IPK yang tinggi akan lebih unggul atau lebih mudah untuk lolos seleksi
pekerjaan, tetapi bukan mendapatkan pekerjaan. Mengapa demikian? IPK yang
tinggi menjadi syarat utama dalam penyaringan pelamar pekerjaan pada tahap
pertama. Pada tahap selanjutnya, kemampuan teknis atau skill
serta kemampuan komunikasi dan sikap menjadi faktor penentu diterima atau
tidaknya pelamar tersebut.
Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan
Menurut
H. Carl Witherington, hakikat belajar adalah perubahan positif dalam
kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons baru berbentuk
keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan. Pola-pola tersebut
muncul dari pengalaman. Pada dasarnya pula, pembelajar sejati adalah manusia
yang menuntut ilmu, memperdalam ilmu, serta mendidik didiknya sendiri secara
terus menerus hingga ujung waktu. Menuntut ilmu harus dijalani dengan rasa
semangat dan cita-cita yang luhur. Sayangnya, mahasiswa sebagai pembelajar cenderung
belum mengalami proses belajar yang sesungguhnya karena sibuk mencatat
pengetahuan (kognitif) dari dosen untuk mengejar nilai tinggi. Orientasi ini
harus berubah, dari mengejar nilai menjadi mengejar kecerdasan. Tolok ukur dari
kecerdasan mahasiswa atau pembelajar adalah pengetahuan yang luas, skill atau keterampilan yang bisa
ditampilkan dalam perilaku, serta sikap yang baik. Hal itu semua lebih dikenal
sebagai kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.
Ketiga hal itulah hal yang harus diraih ketika mengikuti proses pendidikan. Ketiga
aspek tersebut harus berjalan dengan baik dan seimbang.
IP yang Berkualitas atau Berkuantitas?
IP
bagus tidak dapat menjadi tolok ukur untuk menentukan kualitas seorang
pembelajar. Namun, tentu saja keberadaan IP masih penting untuk mengevaluasi
capaian mahasiswa. Selain menjadi syarat melamar pekerjaan nantinya, IP menjadi
bukti prestasi yang dapat membanggakan keluarga di rumah. Tetapi, yang menjadi
pertanyaan adalah, apa tanggung jawab mahasiswa
terhadap IP tinggi yang telah diperoleh? Tanggung jawab dari IP tinggi
adalah kualitas yang tinggi. Kualitas tinggi ditunjukkan dengan kecerdasan dan
akhlak mulia. Kualitas itu terwujud pada kinerja, sikap, dan perilaku baik
dalam pekerjaan maupun di luar pekerjaan. IP seharusnya dipersepsikan sebagai
prestasi belajar yang mencerminkan pencapaian mutu pengetahuan, sikap, dan
keterampilan sebagai hasil belajar. Pertanyaan selanjutnya, bisakah mahasiswa mengubah
pandangannya terhadap IP selama ini? Sudah saatnya mahasiswa tidak memandang IP
sebagai bentuk angka yang harus dipuja. Toh kualitas bukan sesuatu yang dapat
diangkakan, tetapi diwujudkan dengan nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar