Oleh: Silka Yuanti Draditaswari
Mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang
Manusia adalah makhluk sosial yang berinteraksi atau
berkomunikasi satu sama lain. Komunikasi itu menggunakan berbagai bentuk kata
yang digunakan sehari-hari. Salah satu bentuk kata ulang tersebut adalah kata
ulang. Kata ulang dalam ilmu linguistik bahasa Indonesia dikenal juga dengan
nama reduplikasi.
Kata ulang atau reduplikasi adalah proses pengulangan
satuan gramatik, baik seluruhnya atau sebagian, baik dengan variasi fonem
maupun tidak. Hasil pengulangan itu disebut kata ulang, sedangkan satuan yang
diulang merupakan bentuk dasarnya (Ramlan,1985:57).
Contoh kata ulang tersebut seperti kursi-kursi yang
memiliki bentuk dasar kursi, perumahan-perumahan yang berasal dari bentuk dasar
perumahan, dan berjalan-jalan yang memiliki bentuk dasar jalan yang disertai
afiks ber-. Namun, terdapat satu jenis kata ulang yang mengalami problematika
dalam menentukan bentuk dasarnya. Jenis kata ulang itu adalah kata dwilingga
salin swara. Contoh dari kata ulang ini adalah bolak-balik. Dalam kata ulang
bolak-balik sukar menentukan kata mana yang merupakan bentuk dasarnya. Begitu
pula dengan kata ulang gerak-gerik, mondar-mondir, dan sebagainya.
Oleh karna itu, makalah ini akan membahas problematika
reduplikasi pada jenis kata ulang dwilingga salin swara. Bagaimana cara menentukan
bentuk dasar kata ulang dwilingga salin swara dan bagaimana proses pembentukan
kata ulang dwilingga salin swara.
Permasalahannya adalah:
1.
Bagaimana proses pembentukan kata ulang dwilingga salin swara?
2.
Bagaimana cara menentukan bentuk dasar pada jenis kata ulang dwilingga salin
swara?
3. Apakah
semua bentuk kata yang menyerupai reduplikasi dapat digolongkan ke dalam bentuk
reduplikasi?
Bertolak dari permasalahan tersebut, maka tujuan dari
artikel ini adalah:
1. Untuk
mengetahui proses pembentukan kata ulang dwilingga salin swara.
2. Untuk
mengetahui cara menentukan bentuk dasar pada jenis kata ulang dwilingga salin
swara.
3. Untuk
mengetahui bentuk kata reduplikasi mana yang dapat digolongkan ke dalam bentuk
reduplikasi.
Reduplikasi
Sebelum membahas permasalahan jenis kata ulang dwilingga
salin swara, berikut akan dijelaskan pengertian dengan ciri-ciri kata ulang
menurut beberapa pakar.
a. Chaer
(1994:182) menuliskan bahwa reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang
bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan
perubahan bunyi.
b.
Muslich (2009:48) berpendapat bahwa proses pengulangan merupakan peristiwa
pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun
sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks
maupun tidak.
c. Gorys
Keraf (1991:149) menyatakan bahwa reduplikasi merupakan sebuah bentuk
gramatikal yang berwujud penggandaan sebagai atau seluruh bentuk dasar sebuah
kata.
Berdasarkan
beberapa pengertian dari pakar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
reduplikasi adalah proses pengulangan satuan gramatik dengan cara menggabungkan
morfem ulang atau morfem {R} dengan bentuk dasar sehingga membentuk kata baru
yang disebut kata ulang atau reduplikasi.
Reduplikasi memiliki ciri umum dan ciri khusus. Ciri umum
dari reduplikasi menurut Sumadi (2010:118) adalah:
1.
Polimorfermis atau terdiri atas lebih dari satu morfem dan
2.
Memiliki makna gramatikal atau makna gramatis yang timbul akibat proses
morfologis.
Sedangkan
ciri-ciri dari reduplikasi dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Mempunyai bentuk dasar dan bentuk dasar itu ada dalam kenyataan berbahasa
2. Ada
hubungan semantis atau hubungan makna antara kata ulang dengan bentuk dasarnya
3. Kelas
kata ulang sama dengan kelas kata bentuk dasarnya.
Dalam
buku Morfologi Bahasa Indonesia (2010, 124—127) Sumadi menjelaskan bahwa
terdapat dua jenis kata ulang, yaitu kata ulang sesungguhnya atau kata ulang
asli dan kata ulang semu atau ulang tidak asli. Kata ulang sesungguhnya adalah
kata ulang yang memiliki semua ciri khusus kata ulang. Contoh kata ulang
sesungguhnya adalah kursi-kursi, mobil-mobilan, orang-orangan, melambai-lambai,
bolak-balik, panas-panas, gendut-gendut, tiga-tiga, dan sebagainya.
Kata ulang sesungguhnya ini dibagi lagi menjadi empat jenis,
yaitu (1) kata ulang utuh, (2) kata ulang sebagian, (3) kata ulang berimbuhan,
dan (4) kata ulang berubah bunyi. Kata ulang utuh adalah kata ulang yang
merupakan pengulangan bentuk dasar secara keseluruhan, tanpa terkombinasi
dengan pembubuhan afiks dan tanpa perubahan fonem (Muslich, 2009:52). Contohnya
seperti
buku-bukuàbuku
+ {R}
orang-orangàorang
+ {R}
pejabat-pejabatàpejabat
+ {R}
Menurut Sumadi (2010:125) kata ulang sebagian adalah kata
ulang yang proses pembentukannya dengan cara mengulang sebagian bentuk
dasarnya. Contohnya seperti
bermain-mainàbermain
+ {R}
dorong-mendorongàmendorong
+ {R}
pukul-memukulàmemukul
+ {R}
Kata u lang
berimbuhan adalah kata ulang yang proses pembentukannya dilakukan dengan
mengulang bentuk dasarnya dan diikuti dengan proses pengimbuhan. Contohnya
seperti berikut
kuda-kudaanàkuda
+ {R}
rumah-rumahanàrumah
+ {R}
mobil-mobilanàmobil
+ {R}
Kata
ulang berubah bunyi dikenal juga dengan kata ulang dwilingga salin swara. Kata
ulang berubah bunyi adalah kata ulang yang proses pembentukannya dilakukan
dengan mengulang secara utuh bentuk dasarnya, namun disertai perubahan.
Contohnya sebagai berikut
gerak-gerikàgerak
+ {R}
bolak-balikàbalik
+ {R}
lauk-paukàlauk
+ {R}
sayur-mayuràsayur
+ {R}
Menentukan
Bentuk Dasar dari Kata Ulang Dwilingga Salin Swara
Ramlan (1985:59—61) menuliskan dua petunjuk dalam
menentukan bentuk dasar bagi kata ulang. Dua petunjuk tersebut adalah:
1.
Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata dan
2. bentuk
dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa.
Petunjuk
dari Ramlan di atas telah jelas dikatakan bahwa bentuk dasar selalu berupa
satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa. Untuk menentukan bentuk dasar
suatu kata ulang dwilingga salin swara maka harus mencari dulu kata mana yang
menjadi kata umum dalam komunikasi atau percakapan sehari-hari bahasa
Indonesia. Setelah ditemukan, maka kata yang ditemukan itu adalah bentuk
dasarnya.
Untuk lebih jelasnya akan diterangkan pada contoh kata
ulang gerak-gerik. Pada kata ulang gerak-gerik, bentuk dasarnya adalah gerak,
bukan gerik. Hal ini disebabkan dalam komunikasi sehari-hari tidak ditemukan
bentuk gerik berdiri sendiri. Begitu pula dengan kata ulang bolak-balik. Dalam
komunikasi sehari-hari tidak ditemukan kata bolak yang berdiri sendiri. Yang
dikenal selama ini adalah bergerak dan gerakan. Sedangkan bergerik dan gerikan
tidak pernah dikenal atau umum dalam Bahasa Indonesia.
Bagaimana dengan kata ulang lauk-pauk dan sayur-mayur? Cara
menentukan bentuk dasar dari kata ulang lauk-pauk dan sayur-mayur sama dengan
contoh kata ulang gerak-gerik. Bentuk dasar dari kata ulang lauk-pauk adalah
lauk. Sedangkan bentuk dasar dari kata sayur-mayur adalah sayur. Dalam
percakapan atau komunikasi bahasa Indonesia sehari-hari, tidak dikenal kata
pauk maupun mayur. Oleh karna itu, kata yang kurang dikenal seperti itu
bukanlah bentuk dasar.
Bentuk-Bentuk
yang Menyerupai Kata Ulang
Terdapat pula kata-kata yang menyerupai kata ulang tersebut
seperti mondar-mandir, compang-camping, kocar-kacir, kupu-kupu, gado-gado,
onde-onde, dan sebagainya. Contoh-contoh kata tersebut bukan merupakan contoh
kata ulang. Hal ini disebabkan tidak ditemukan bentuk dasar dari kata-kata di
atas. Contohnya pada kata mondar-mandir tidak memiliki bentuk dasar mondar
ataupun mandir. Sebab, dalam penggunaan bahasa Indonesia tidak ditemukan kata
mondar maupun mandir.
Begitu pula dengan kata compang-camping. Dalam penggunaan
bahasa Indonesia, tidak dikenal penggunaan kata compang maupun camping. Hal ini
juga berlaku pada kata kocar-kacir, gado-gado, dan onde-onde. Sementara itu, sering juga dijumpai
bentuk simpang-siur, sunyi-senyap, beras-petas yang sementara ini dianggap
sebagai kata ulang bagi orang awam. Berkaitan dengan masalah ini, Ramlan
(1985:68) menjelaskan bahwa bila bentuk tersebut dianggap sebagai kata ulang,
berarti bahwa siur perubahan dari simpang, senyap perubahan dari sunyi, dan
petas dari beras. Mungkinkah siur dari simpang, senyap dari sunyi, dan petas
dari beras? Secara analisis, pendapat dari Ramlan tersebut belum dapat
dibuktikan. Simpang-siur, sunyi-senyap, beras-petas, dan sebagainya dapat
digolongkan ke dalam kata majemuk atau morfem unik.
Simpulan
Reduplikasi adalah proses pembentukan kata yang
menggabungkan bentuk dasar dengan bentuk ulang. Jika digambarkan, maka
prosesnya seperti di bawah ini
kata
ulangàbentuk dasar + {R}
Terdapat berbagai macam permasalahan yang muncul dalam
reduplikasi, seperti bagaimana cara menentukan bentuk dasar dari kata ulang,
bentuk-bentuk yang menyerupai reduplikasi apakah dapat digolongkan ke dalam
bentuk reduplikasi atau tidak, dan sebagainya.
Bentuk dasar dari kata ulang dwilingga salin swara adalah
kata umum yang dipakai dalam berbahasa sehari-hari. Jika dalam satu bentuk kata
ulang tidak ditemukan satu kata umum yang digunakan dalam berbahasa, maka
bentuk kata tersebut bisa digolongkan ke dalam bentuk kata majemuk atau morfem
unik, bukan digolongkan ke dalam bentuk reduplikasi.
Munculnya berbagai permasalahan reduplikasi ini
menganjurkan pemakai bahasa Indonesia untuk lebih memperdalam pengetahuan
mereka tentang kata ulang dalam bahasa Indonesia. Hal ini bertujuan untuk
menghindari adanya kesalahan atau kerancuan dalam berbahasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar