GARUDA DALAM RANTAI HIDUP
Oleh: Silka Yuanti Draditaswari
DULU
Dulu namaku Garuda. Dulu aku pijakan kepercayaan Tuanku yang terhomat. Dewa Wishnu adalah Tuanku. Dulu aku selalu makan enak dan minum enak. Dulu aku tak pernah mengeluh ketika panah memanahku. Karna dulu Tuanku menjadi satu jiwanya dalam diriku. Dulu kepalaku kokoh menengadah dan menunduk terhadap pemujaku. Dulu paruhku terjulur membengkok lentik ketika kesatuan pemuda loreng-loreng hendak mematahkan menjadi 5. Dulu sayapku terbentang lebar melindungi Sabang dan Merauke. Dulu cakarku tak pernah tak mengkait sampah negara demi kamu kamu kamu dan kamu, juga kita.
SEKARANG
Sekarang namaku Garuda Pancasila. Sekarang aku terpisah dari tangan Tuanku yang kusayang. Sekarang dewa Wishnu tidak pernah mengunjungiku karena sejarah yang dijadikan bantal tidur. Sekarang nasi yang kumakan hampir sama dengan aroma tai yang dikeluarkan oleh pemenang pilkada hingga pemilu. Sekarang air yang kuminum serasa lumpur yang meramaikan bumiku akhir-akhir ini. Sekarang aku ingin minggat ke rumah tetangga seberang. Karna pemujaku telah dibunuh oleh mereka sendiri. Mereka mati, hidup kembali. Mati hidup mati hidup.
MASA DEPAN
Masa depan adalah masa depan. Tangisan menjadi kotoran yang setiap detik tercicip oleh mulut mereka. Secarik kertas putih menjadi buruan emas. Garuda tertidur menunggu Dewa Wisnu membangunkannya
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar