Oleh: Silka Yuanti Draditaswari
Mahasiswa Sastra Indonesia
Universitas Negeri Malang
Sejarah panjang
pembentukan teater dan drama terentang ke masa lalu melalui magi dan mitos yang
penuh ketidakpastian, kabur, tetapi menggetarkan. Apabila kita mentakasikan
penemuan lukisan-lukisan kuno di gua-gua di Perancis-Selatan yang berupa gambar-gambar
dukun penyembuh bertopeng menyerupai rusa jantan 10 ribu hingga 50 ribu tahun
yang lalu, maka kita mengetahui bahwa saat itulah sejarah teater dan drama
dimulai.
Drama dan teater hadir lebih dahulu daripada
agama-agama wahyu. Penelitian Macgowan-Melnitz di tahun 1995 menemukan bahwa
perkembangan teater dan drama dimulai ketika meningkatkan siasat dan
memantapkan perburuan. Magi meniru kemudian dilengkapi dan dikembangkan manusia
dengan tarian, musik dan penggunaan topeng. Manusia kemudian menyempurnakannya
dengan dialog musi, topeng, dan dialog menjadi suatu upacara untuk menurunkan
hujan, dan meningkatkan hasil. Gerak tiruan, panen, serta upacara inisiasi. Upacara-upacara
tersbut kemudian digunkaan pula untuk memuja arwah leluhur. Arwah leluhur dianggap
sebagai dewa-dewa dan harus dipuja melalui tarian dan nyanyian.
Melalui sejarah singkat di atas, maka dapat diketahui
bahwa jenis teater yang pertama kali muncul adalah teater primitif. Dalam
kenyataannya, teater semacam itu, hingga saat ini, ditemukan di hampir semua
suku bangsa di permukaan bumi ini, sehingga dapatlah diduga bahwa apa yang
dikerjakan Homer dan Herdotus pada masa pra sejarah menulis tentang nenek
moyang atau pun dewa-dewa ternyata ditiru oleh manusia masa kini.
Teori tentang awal mula teater yang berkembang selama
ini adalah teater muncul pada zaman Yunani Klasik. Teori ini dipercaya
berdasarkan pada kaitan antara teater sebagai seni pertunjukan dan teater
sebagai ritual. Bukti dari keterkaitan tersebut adalah pertama teater
berasal dari ritus. Teori yang paling tua ini terkait dengan ritus fertilitas,
pembuatan hujan, dan magi simpati. Semula manusia melihat adanya berbagai
kekuatan alam yang mengerikan yang dikaitkan dengan pergantian musim. Kekuatan
alam ini muncul dan lenyap atau berganti tanpa diduga. Kemudian manusia memberi
korban untuk menyenangkan skaligus menenangkan kekuatan tersebut. Pada perjalan
waktu, pengorbanan tersebut menjadi suatu peristiwa yang memiliki bentuk
sebagai suatu upacara keagamaan. Orang yang bertugas menjadi pemimpin upacara
disebut pendeta. Upacara inilah yang memililki bibit-bibit teater, semisal
pendeta memakai topeng yang menyerupai binatang atau kostum seperti tokoh-tokoh
supranatural.
Kedua, teori menyangkal Dionysus dan Osiris. Teori ini
menyebut bahwa teater berasal dari cerita-cerita kepahlawanan yang belum
mencapai tingkat kedewaan. Para pahlawan yang berasal dari kalangan satira
ataupun raja. Cerita tersebut disampaikan dalam tarian perang yang digunakan
sebagai magi simpati untuk memantapkan kekalahan musuh, dan merangsang
keberanian berperang. Teori ini menunjukkan bahwa cerita tentang
pahlawan-pahlawan itu diceritakan dalam upacara keagamaan di makam-makam, dan
cerita ini berkembang dari tari dan nyanyi yang dipentaskan kembali ke dalam
peristiwa dramatik. Pementasan tersebut kemudian diiringi dengan pertandingan
atletik.
Seiring berjalannya waktu, peran dan fungsi upacara
keagamaan semakin terpisah jauh dari fungsi dan peran teater, seperti halnya
peran dan fungsi pendeta dan aktor. Mengapa terjadi pemisahan antara peran dan
fungsi pendeta dan aktor? Terdapat teori yang mengatakan bahwa pemisahan
terjadi karena manusia secara perlahan berubah menjadi manusia yang
mementingkan spesialisasi pribadinya. Perubahan tersebut menyebabkan munculnya berbagai
aktivitas yang berbeda yang menonjolkan kemampuan, baik dalam pekerjaan, agama,
maupun kesenian.
Ketiga, teater berasal dari kesukaan dasar manusia
mendengarkan cerita-cerita. Inilah yang kelak menciptakan drama dan
menghadirkan penonton. Aristoteles mencatat bahwa drama Yunani Klasik berbentuk
dithyramb yaitu hymne yang disuarakan dengan keras dan ditujukan pada
dewa Dionysus. Hymne ini berkaitan dengan cerita Dionysus. Kemudian episode
Donysus hilang dan uapcara keagamaan muncul. Orang Yunani Klasik mencipta
cerita Dionysus yang dikaitkan peristiwa alam, yaitu musim semi, musim panas,
musim gugur, dan musim salju. Dengan demikian pemujaan dewa Dionysus merupakan
tanda dari kebaikan perubahan alam sekaligus perubahan nasib manusia. Festival
dalam pemujaan dewa Dionysus menjadi peristiwa yang dramatis. Dari festival ini
pula plot dramatik mulai dikenal, dan drama Yunani mulai berjaya. Sayembara pun
mulai diadakan untuk pembuatan naskah drama, dan sebagai pemenang naskah drama
pertama kali adalah Thespis (534 BC), pemimpin dithyramb dari Scaria. Sejak ia
memainkan naskahnya untuk pertama kali, ia pun dikenal sebagai aktor pertama.
Ia memisahkan diri dari koor, naik ke atas meja ritual dan bertanya pada koor
yang segera dijawab dengan tarian dan nyanyian. Dialog pun muncul pertama kali
melalui permainan Thespis dan koor.
Naskah teater tertua di dunia yang pernah ditulis
seorang pendeta Mesir, I Kher-nefert, di zaman peradaban Mesir Kuno
kira-kira 2000 tahun sebelum tarikh Masehi. Pada zaman itu epradaban Mesir Kuno
sudah maju. Mereka sudah bisa membuat piramida, sudah mengerti irigasi, sudah
bisa membuat kalender, sudah mengenal ilmu bedah, dan juga sudah mengenal tulis
menulis.I Kher-nefert menulis naskah tersebut untuk sebuah pertunjukan
teater di ritual kota Abydos, sehingga terkenal sebagai naskah Abydos yang
menceritakan pertarungan antara dewa buruk dan dewa baik. jalan cerita naskah
Abydos juga ditemukan tergambar dalam relief kuburan yang lebih tua. Para ahli
bisa memperkirakan bahwa jalan cerita itu sudah ada dimainkan orang sejak tahun
5000 SM. Meskipun baru muncul sebagai naskah tertulis di tahun 2000 SM.
Unsur-unsur dari teater primtif adalah (1) peniruan,
(2) tari, dan (3) topeng. Manusia adalah makhluk paling imitatif di dunia, dan
pertama kali mereka belajar melalui meniru. Pertama-tama ia akan mencoba
mengungkapkan kembali penampilan objek-objek yang ditirunya melalui pahatan dan
lukisan. Kedua, manusia akan berusaha mereproduksi perilaku, sikap tubuh, raut
wajah, dan bahkan cara berbicara orang lain, bahkan peristiwa di keseharian
yang ia saksikan. Ketiga, merupakan tahap paling tinggi, manusia membuat magi
dan ritual, tarian, dan upacara.
Pada tingkat primitif, tari adalah bentuk kesenian
yang diperoleh melalui peniruan. Manusia mencoba meniru irama spontan gerak
kaki binatang. Kegairahan upacara menghadirkan irama langkah kaki menyamai
gerakan khsus binatang atau dewa yang ditirunya. Hasilnya adalah gerakan rumit
kaki dan tubuh yang sulit ditiru penari professional masa kini. Tari merupakan
bahasa kata bagi manusia primitif, kata-kata yang sangat tepat dan rumit.
Kesalahan gerak tangan dan kaki dapat mengakibatkan kegagalan sepenuhnya mantra
sebuah upacara. Kesalahan bahkan dapat menimbulkan hukumuan, mendatangkan aib,
atau dihukum mati. Upacara yang dilakukan suku primitif kebanyakan berupa
tarian, semisalnya tari ular, tari kano, tari kijang, tari jagung, tari
kepiting, dan tari matahari. Tari-tari ini memiliki arti penting kekuatan
upacara.
Topeng yang pertama kali digunakan oleh bangsa
primtif, entah untuk menyamar ataupun melakukan magi simpati, hanya kepala dan
kulit binatang buas. Di baik topeng terletak dua bentuk kepercayaan primtif
yang kita sebut animisme dan totemisme. Topeng memainkan peran penting untuk
pemujaan arwah leluhur di mana drama pertama kali muncul. Kepercayaan animism beranggapan
bahwa segala sesuatu yang ada di sekitarnya dikuasai oleh oh yang disebut anime
atau jiwa. Roh tersebut memeiliki kekuatan yang lebih besar daripada roh yang
masih ada dalam diri manusia, dan sulit diduga. Ia dapat pindah tempat dan
mengambil bentuk lain. Roh tersebut menjadi sangat penting saat ia mendapat
sifat kedewaan, dan manusia membuat topeng agar dapat berhubungan dengannya. Demikianlah
topeng dibuat manusia menjadi semacam jimat bernyawa yang dapat dipakai manusia
mengendalikan roh-roh dan membuat magi yang sangat kuat.
Manusia membuat topeng dari berbagai bahan. Kayu merupakan
bahan pembuat topeng yang paling popular, juga metal, kulit dan batu, kerang,
tanah liat, kain, anyaman kulit jagung bahkan tengkorak manusia. Orang Jepang
selama 600 tahun membuat topeng drama Noh dengan cat dan ukiran yang sangat
halus dan cangih. Suku Indian Amerika di daerah Barat Daya membuat topeng
dengan cara sederhana, yaitu dari kepala dan kulit binatang. Ukir-ukiran tidak
dibuat secara realistis. Topeng yang disebut Koyemshi dan Mud Heads
hanya berbentuk kantong kulit berwarna coklat, dengan mata, telinga, dan mulut
diikat berkerut, dan jambul di atas kepala yang diisi dengan debu yang diambil
dari jalanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar