Secara etimologis birokrasi berasal dari kata biro atau bureau yang berarti kantor ataupun dinas, dan krasi atau cracy, kratie yang berarti pemerintahan. Dengan demikian birokrasi secara etimologis merujuk pada makna dinas pemerintahan. Namun istilah birokrasi dapat dikembalikan juga pada berbagai istilah dari berbagai negara. Seperti istilah biro atau bureau, yang berarti meja tulis atau suatu tempat tertentu untuk bekerja bagi para pejabat. Birokrasi dalam istilah bahasa Yunani berarti aturan atau rule, dalam bahasa Perancis berarti bureaucratie. Sedangkan birokrasi dalam bahasa Jerman berarti bureaukratie. Terakhir untuk pemaknaan birokrasi dapat diambil dari bahasa Italia, birokrasi berarti burocracia (Taufik Nurohman). Sebagai instrumen negara, maka birokrasi memiliki sifat yang obyektif, rasional, dan impresional.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan birokrasi sebagai sebuah sistem pemerintahan yang dijalanan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan; cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat istiadat, tradisi, hukum, dll) yang banyak lika-likunya dsb.
Berikut ini adalah beberapa pengertian birokrasi dalam pandangan beberapa pakar:
a. Max Weber
Weber menulis banyak sekali tentang kedudukan pejabat dalam masyarakat modern. Baginya kedudukan pejabat merupakan tipe penanan sosial yang makin penting. Ciri-ciri yang berbeda dari peranan ini ialah: pertama, seseorang memiliki tugas-tugas khusus untuk dilakukan. Kedua, bahwa fasilitas dan sumber-sumber yang diperlukan untuk memenuhi tugas-tugas itu diberikan oleh orang orang lain, bukan oleh pemegang peranan itu. Dalam hal ini, pejabat memiki posisi yang sama dengan pekerja pabrik, sedang Weber secara modern mengartikannya sebagai individu dari alat-alat produksi. Tetapi pejabat memiliki ciri yang membedakannya dengan pekerja: ia memiliki otoritas. Karena pejabat memiliki otoritas dan pada saat yang sama inilah sumbangannya, ia berlaku hampir tanpa penjelasan bahwa suatu jabatan tercakup dalam administrasi (setiap bentuk otoritas mengekspresikan dirinya sendiri dan fungsinya sebagai administrasi). Bagi Weber membicarakan pejabat-pejabat administrasi adalah bertele-tele. Meskipun demikian konsep tersebut muncul pertama kalinya. Perwira Tentara, Pendeta, Manajer Pabrik semuanya adalah pejabat yang menghabiskan waktunya untuk menginterpretasikan dan memindahkan instruksi tertulis. Ciri pokok pejabat birokrasi adalah orang yang diangkat, bukan dipilih. Dengan menyatakan hal ini Weber telah hampir sampai pada definisi umumnya yang dikenakan terhadap birokrasi. Weber memandang Birokrasi sebagai birokrasi rasional atau ideal sebagai unsur pokok dalam rasionalisasi dunia modern, yang baginya jauh lebih penting dari seluruh proses sosial (Sarundajang, 2003).
b. Hegel
Birokrasi adalah institusi yang menduduki posisi organiik yang netral di dalam struktur sosial dan berfungsi sebagai penghubung antara negara yang memanifestasikan kepentingan umum, dan masyarakat sipil yang mewakili kepentingan khusus dalam masyarakat. Hegel melihat, bahwa birokrasi merupakan jembatan yang dibuat untuk menghubungkan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan negara yang dalam saat-saat tertentu berbeda. Oleh sebab itu peran birokrasi menjadi sangat strategis dalam rangka menyatukan persepsi dan perspektif antara negara (pemerintah) dan masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan.
c. Karl Marx
Birokrasi adalah Organisasi yang bersifat Parasitik dan Eksploitatif. Birokrasi merupakan Instrumen bagi kelas yang berkuasa untuk mengekploitasi kelas sosial yang lain (yang dikuasai). Birokrasi berfungsi untuk mempertahankan privilage dan status quo bagi kepentingan kelas kapitalis. Dalam pandangan Marx yang berbeda dengan Hegel, birokrasi merupakan sistem yang diciptakan oleh kalangan atas (the have) untuk memperdayai kalangan bawah (the have not) demi mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dalam hal ini birokrasi menjadi kambing hitam bagi kesalahan penguasa terhadap rakyatnya. Segenap kesalahan penguasa akhirnya tertumpu pada birokrasi yang sebenarnya hanya menjadi alat saja.
Fungsi Birokrasi
Menurut Taufik Nurohman peranan birokrasi secara umum dikemukakan oleh Michael G. Roskin dan kawan-kawan mempunyai fungsi yang meliputi kegiatan-kegiatan pengadministrasian, pelayanan, peraturan, perizinan, pengumpulan informasi, dan urusan rumah tangga. Seluruh birokrat pemerintahan menjalankan setidaknya dua dari fungsi dasar tersebut, dengan sebagian bekerja secara khusus pada biro tertentu dan sebagian lagi menjalankan fungsi ganda.
Michael G. Roskin, et al. meneyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi di dealam suatu pemerintahan modern. Fungs-fungsi tersebut adalah :
a. Administrasi
Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi, pelayanan, pengaturan, perizinan, dan pengumpul informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah mengimplementasikan undang-undang yang telah disusun oleh legislatif serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian, administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu negara, di mana kebijakan umum itu sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna mencapai tujuan negara secara keseluruhan.
b. Pelayanan
Birokrasi sessungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat atau kelompok-kelompok khusus. Badan metereologi dan Geofisika (BMG) di Indonesia merupakan contoh yang bagus untuk hal ini, di mana badan tersebut ditujukan demi melayani kepentingan masyarakat yang akan melakukan perjalanan atau mengungsikan diri dari kemungkinan bencana alam. Untuk batas-batas tertentu, beberapa korporasi negara seperti PJKA atau Jawatan POS dan Telekomunikasi juga menjalankan fungsi public service ini.
c. Pengaturan (regulation)
Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi mengamankan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi biasanya dihadapkan anatara dua pilihan: Kepentingan individu versus kepentingan masyarakat banyak. Badan birokrasi negara biasanya diperhadapkan pada dua pilihan ini.
d. Pengumpul Informasi (Information Gathering)
Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: Apakah suatu kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh sebab itu menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data sehubungan dengan dua hal tersebut. Misalnya, pemungutan uang yang tidak semestinya (pungli) ketika masyarakat membuat SIM atau STNK tentunya mengalami pembengkakan. Pungli tersebut merupakan pelanggaran atas idealisme administrasi negara, oleh sebab itu harus ditindak. Dengan ditemukannya bukti pungli, pemerintah akan membuat prosedur baru untuk pembuatan SIM dan STNK agar tidak memberi ruang bagi kesempatan melakukan pungli.
Selain Roskin, et.al., Andrew Heywood juga mengutarakan sejumlah fungsi yang melekat pada birokrasi. Bagi Heywood, fungsi dari birokrasi adalah :
a. Pelaksanaan Administrasi.
Fungsi ini serupa dengan yang diutarakan Roskin, et.al, bahwa fungsi utama birokrasi adalah mengimplementasikan atau mengeksekusi undang-undang dan kebijakan negara. Sehubungan dengan fungsi ini, Heywood membedakan 2 peran di tubuh pemerintah. Pertama, peran pembuatan kebijakan dalam mana peran ini ada di tangan politisi. Kedua, peran pelaksanaan kebijakan dalam mana peran ini ada di tangan birokrat. Sebab itu, kerap disebut bahwa suatu rezim pemerintahan disebut dengan “administrasi.” Misalnya administrasi Gus Dur, administrasi Sukarno, administrasi SBY, atau administrasi Barack Obama. Ini akibat kenyataan, suatu kebijakan baru akan “terasa” jika telah dilaksanakan. Fungsi administrasi, oleh karena itu, merupakan fungsi sentral dari birokrasi negara.
b. Nasehat Kebijakan (Policy Advice)
Birokrasi menempati peran sentral dalam pemberian nasehat kebijakan kepada pemerintah. Ini akibat birokrasi merupakan lini terdepan dalam implementasi suatu kebijakan, mereka adalah pelaksananya. Sebab itu, masalah dalam suatu kebijakan informasinya secara otomatis akan terkumpul di birokrasi-birokrasi. Heywood membedakan 3 kategori birokrat yaitu (1) top level civil servants, (2) middle-rangking civil servants, dan (3) junior-ranking civil servants. Top Level Civil Servant banyak melakukan kontak dengan politisi, sementara middle dan junior civil servants lebih pada pekerjaan-pekerjaan rutin di “lapangan.” Top Level Civil Servants dapat bertindak selaku penasehat kebijakan bagi para politisi, dalam mana informasi pelaksanaan kebijakan mereka peroleh dari middle dan junior civil servants.
c. Artikulasi Kepentingan
Kendati bukan fungsi utamanya guna mengartikulasi kepentingan (ini fungsi partai politik), tetapi birokrasi kerap mendukung upaya artikulasi dan agregasi kepentingan. Dalam tindak keseharian mereka, birokrasi banyak melakukan kontak dengan kelompok-kelompok kepentingan di suatu negara. Ini membangkitkan kecenderungan “korporatis” dalam mana terjadi kekaburan antara kepentingan-kepentingan yang terorganisir dengan kantor-kantor pemerintah (birokrasi). Kelompok-kelompok kepentingan seperti perkumpulan dokter, guru, petani, dan bisnis kemudian menjadi “kelompok klien” yang dilayani oleh birokrasi negara. Pada satu ini “klientelisme” ini positif dalam arti birokrasi secara dekat mampu mengartikulasikan kepentingan kelompok-kelompok tersebut yang notabene adalah “rakyat” yang harus dilayani. Namun, pada sisi lain “klientelisme” ini berefek negatif, utamanya ketika birokrasi berhadapan dengan kepentingan-kepentingan bisnis besar seperti Bakri Group (ingat kasus Lapindo), kelompok-kelompok percetakan dalam kasus Ujian Nasional di Indonesia, dalam mana keputusan pemerintah “berbias” kepentingan kelompok-kelompok tersebut.
d. Stabilitas Politik
Birokrasi berperan sebagai stabilitator politik dalam arti fokus kerja mereka adalah stabilitas dan kontinuitas sistem politik. Peran ini utamanya kentara di negara-negara berkembang dalam mana pelembagaan politik demokrasi mereka masih kurang handal.
Karakteristik Birokrasi
Taufik Nurohman menyatakan bahwa karakteristik sebuah demokrasi adalah sebagai berikut:
a. Para anggota staf secara pribadi bebas, hanya menjalankan tugas-tugas impersonal jabatan mereka.
b. Ada hirarki jabatan yang jelas.
c. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas.
d. Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak
e. Mereka dipilih dengan kualifikasi profesional.
f. Memiliki gaji dan pensiun.
g. Pos jabatan adalah lapangan kerja pokoknya.
h. Terdapat struktur karir dan promosi atas dasar merit sistem dan keunggulan.
Dalam model yang diajukan Weber, birokrasi memiliki karakteristik ideal sebagai berikut (dalam Islamy, 2003):
a. Pembagian Kerja/ Spesialisasi (division of labor)
Dalam menjalankan berbagai tugasnya, birokrasi membagi kegiatan-kegiatan pemerintahan menjadi bagian-bagian yang masing-masing terpisah dan memiliki fungsi yang khas. Pembagian kerja seperti ini memungkinkan terjadinya spesialisasi fungsi. Dengan cara seperti ini, penugasan spesialis untuk tugas-tugas khusus bisa dilakukan dan setiap mereka bertanggung jawab atas keberesan pekerjaannya masing-masing.
Aktivitas yang reguler mensyaratkan tujuan organisasi didistribusikan dengan cara yang tetap dengan tugas-tugas kantor (official duties). Pemisahan tugas secara tegas memungkinkan untuk memperkerjakan ahli yang terspesialisasi pada setiap posisi dan menyebabkan setiap orang bertanggungjawab terhadap kinerja yang efektif atas tugas-tugasnya. Karena itu tugas-tugas birokrasi hendaknya dilakukan oleh masing-masing pegawai yang benar-benar memiliki keahlian khusus (specialized expert) dan bertanggung jawab demi tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
b. Adanya prinsip hierarki wewenang (the principle of hierarchi)
Ciri khas birokrasi adalah adanya wewenang yang disusun secara hierarkis atau berjenjang. Hierarki itu berbentuk piramid yang memiliki konsekuensi semakin tinggi suatu jenjang berarti pula semakin besar wewenang yang melekat di dalamnya dan semakin sedikit penghuninya. Hierarki wewenang ini sekaligus mengindikasikan adanya hierarki tanggung jawab. Dalam hierarki itu setiap pejabat harus bertanggung jawab kepada atasannya mengenai keputusan-keputusan dan tindakan-tindakannya sendiri maupun yang dilakukan oleh anak buahnya. Pada setiap tingkat hierarki, para pejabat birokrasi memiliki hak memberi perintah dan pengarahan pada bawahannya, dan para bawahan itu berkewajiban untuk mematuhinya. Sekalipun begitu, ruang lingkup wewenang memberi perintah itu secara jelas dibatasi hanya pada masalah-masalah yang berkaitan langsung dengan kegiatan resmi pemerintahan.
Organisasi birokrasi mengikuti prinsip hirarki sehingga setiap unit yang lebih rendah berada dalam pengendalian dan pengawasan organisasi yang lebih tinggi. Setiap pegawai dalam hirarki administrasi bertanggungjawab kepada atasannya. Keputusan dan tindakan harus dimintakan persetujuan kepada atasan. Agar dapat membebankan tanggungjawabnya kepada bawahan, ia memiliki wewenang/ kekuasaan atas bawahannya sehingga ia mempun¬yai hak untuk mengeluarkan perintah untuk ditaati dan dilaksanakan oleh bawahan. Meskipun masing-masing pegawai yang berada pada jenjang mempunyai otoritas-birokratis tetapi penggunaan otoritas tersebut tetap harus relevan dengan tugas-tugas resmi organisasi.
c. Adanya sistem aturan (system of rules)
Kegiatan pemerintahan diatur oleh suatu sistem aturan main yang abstrak. Aturan main itu merumuskan lingkup tanggung jawab para pemegang jabatan di berbagai posisi dan hubungan di antara mereka. Aturan-aturan itu juga menjamin koordinasi berbagai tugas yang berbeda dan menjamin keseragaman pelaksanaan berbagai kegiatan itu.
Operasi kegiatan dalam birokrasi dilaksanakan berdasarkan sistem aturan yang ditaati secara konsisten. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin adanya unuformitas kinerja setiap tugas dan rasa tanggung jawab masing-masing anggota organisasi bagi pelaksanaan tugasnya. Sistem yang distandarkan ini dirancang untuk menjamin adanya keseragaman dalam melaksanakan setiap tugas, tanpa memandang jumlah personil yang melaksanakan dan koordinasi tugas – tugas yang berbeda-beda. Aturan-aturan yang eksplisit tersebut menentukan tanggung jawab setiap anggota organisasi dan hubungan diantara mereka, namun tidak berarti bahwa kewajiban birokrasi sangat mudah dan rutin. Tugas – tugas birokrasi memiliki kompleksitas yang bervariasi, dari tugas-tugas klerikal yang sifatnya rutin hingga tugas – tugas yang sulit.
d. Hubungan Impersonal (formalistic impersonality)
Para pejabat birokrasi harus memiliki orientasi impersonal. Mereka harus menghindarkan pertimbangan pribadi dalam hubungannya dengan bawahannya maupun dengan anggota masyarakat yang dilayaninya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlakuan yang adil bagi semua orang dan persamaan pelayanan administrasi.
Idealnya pegawai- pegawai bekerja dengan semangat kerja yang tinggi “sine era et studio” tanpa rasa benci atas pekerjaannya atau terlalu berambisi. Standar operasi prosedur dijalankan tanpa adanya interferensi (dicampur) kepentingan personal. Tidak dimasukannya pertimbangan personal adalah untuk keadilan dan efisiensi. Impersonal detachment menyebabkan perlakuan yang sama terhadap semua orang sehingga mendorong demokrasi dalam sistem administrasi.
e. Sistem Karier (career system)
Pekerjaan dalam birokrasi pemerintah adalah pekerjaan karier. Para pejabat menduduki jabatan dalam birokrasi pemerintah melalui penunjukan, bukan melalui pemilihan; seperti anggota legislatif. Mereka jauh lebih tergantung pada atasan mereka dalam pemerintahan daripada kepada rakyat pemilih. Pada prinsipnya, promosi atau kenaikan jenjang didasarkan pada senioritas atau prestasi, atau keduanya. Dalam kondisi tertentu, birokrat itu juga memperoleh jaminan pekerjaan seumur hidup.
Tipe Birokrasi
Untuk melihat tipe-tipe birokrasi negara, dapat kiranya kita manfaatkan pemisahan tipe birokrasi menurut ideal typhus Amerika Serikat. Ideal typhus tersebut lalu kita komparasikan dengan apa yang ada di Indonesia.
Di Amerika Serikat, terdapat 4 jenis birokrasi yaitu : (1) The Cabinet Departments (departemen-departemen di dalam kabinet), (2) Federal Agencies (agen-agen federal), (3) Federal Corporation (perusahaan-perusahaan federal milik federal), dan (4) Independent Regulatory Agencies (agen-agen pengaturan independen).
Departemen-departemen dalam kabinet terdiri atas beberapa beberapa lembaga birokrasi yang dibedakan menurut tugasnya. Ada departemen tenaga kerja, departemen pertahanan, atau departemen pendidikan. Tugas utama dari departemen-departemen ini adalah melaksanakan kebijaksanaan umum yang telah digariskan oleh lembaga eksekutif maupun yudikatif.
Agen-agen federal merupakan kepanjangan tangan dari lembaga kepresidenan. Ia dibentuk berdasarkan pilihan dari presiden yang tengah memerintah, oleh sebab itu sifatnya lebih politis ketimbang murni administratif. Organisasi NASA di sana merupakan salah satu contoh dari agen-agen federal. Contoh dari birokrasi ini juga diposisikan oleh FBI (Federal Bureau Investigation). Di Indonesia agen-agen seperti ini misalnya Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Korporasi-korporasi federal merupakan birokrasi yang memadukan antara posisinya sebagai agen pemerintah sekaligus sebagai sebuah lembaga bisnis. Di Indonesia contoh yang paling endekati adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Meskipun negara (eksekutif) terkadang masih merupakan pihak yang paling menentukan dalam pengangkatan pejabatnya, tetapi secara umum sebagai sebuah lembaga bisnis pejabat memiliki otoritas untuk menentukan jenis modal dan juga memutuskan apakah perusahaan akan melakukan pemekaran organisasi atau sebaliknya, perampingan. Di Indonesia, contoh dari korporasi-korporasi milik negara ini misalnya Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), Garuda Indonesia Airways (GIA), Perusahaan Listrik Negara (PNL) ataupun Bank Mandiri.
Agen-agen Pengaturan Independen, sebagai jenis birokrasi yang terakhir, merupkan birokrasi yang dibentuk berdasarkan kebutuhan untuk menyelenggarakan regulasi ekonomi terhadap dunia bisnis, di mana penyelenggaraan tersebut berkaitan secara langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia kini dibentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang berfungsi untuk melakukan rekstrukturisasi kalangan bisnis tanah air yang di masa lalu dianggap banyak merugikan keuangan negara, dan secara lebih jauh, kesejahteraan masyarakat Indonesia akibat, katakanlah, 'kredit-kredit macet' mereka. Selain itu, contoh bisa kita sebutkan misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Penyiaran Indonesia(KPI),dan sejenisnya.
Asas Birokrasi
Dalam melaksanakan birokrasi negara, setiap pejabat dalam melaksanakan tugasnya dilengkapi dengan dua asas, yaitu:
a. Asas Legalitas
Asas ini berarti tidak ada satu pun perbuatan atau keputusan dari pejabat atau para birokrat yang bersangkutan, boleh dilakukan tanpa dasar suatu ketentuan undang-undang, untuk itu para pejabat atau para birokrat harus memperhatikan delapan unsur legalitas, yaitu peraturan tertulis, penyebaran atau penggunaan peraturan, tidak berlaku surut, peraturan bisa dimengerti, tidak bertentangan satu sama lain, tidak menuntut diluar kemampuan orang, tidak sering berubah-ubah dan sesuai antara peraturan dan pelaksanaannya.
b. Asas Freies Ermessen atau Diskresi
Artinya pejabat atau para birokrat tidak boleh menolak mengambil keputusan dengan alasan tidak ada peraturan, oleh karena itu diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan menurut pendapatnya sendiri asalkan tidak melanggar asas legalitas.
Contoh Masalah Birokrasi
Taufik Nurohman menytakan bahwa selama masa Orde Baru masalah-masalah yang dialami oleh birokrasi di Indonesia antara lain:
a. Birokrasi di Indonesia lebih banyak mengatur daripada memberikan pelayanan kepada publik. Karena masih banyak bersikap mengatur, akibatnya kemitraan (parthnership) atau proses kolaborasi antara birokrasi dan masyarakat masih dirasakan belum akrab. Sesuai dengan ramalan Warren Bennis, maka proses kolaborasi itu merupakan ciri yang menonjol dari birokrasi masa depan.
b. Birokrasi Indonesia dewasa ini masih terperangkap pada jaringan
Parkinsonisme.
c. Masalah ketiga adalah masih menonjolnya ego sektoral bagi masing-masing birokrasi departemen.
d. Pelaksanaan tiga asas pemerintahan yakni desentralisasi, dekonsentrasi dan medebewind dalam birokrasi pemerintahan kita belum profesional. Pada intinya sistem pemerintahan ini mengikuti sistem desentralisasi. Akan tetapi pelaksanaannya lebih didominasi oleh pelaksanaan asas dekonsentrasi.
e. Birokrasi saat orde baru menempatkan pengembangan karir jabatan pegawai pemerintah lebih ditekankan pada hirarki atas.
f. Sentralisasi yang amat kuat
g. Menilai tinggi keseragaman dalam struktur organisasi
h. Pendelegasian wewenang yang kabur dalam manajemen
i. Kesulitan dalam menyusun uraian tugas dan analisis jabatan yang
semata-mata bersifat teknis
j. Kegagalan dalam upaya menerapkan organisasi matriks
k. Perkembangan profesionalisme berdasarkan spesialisasi dalam
organisasi yang masih sulit.
Sudah menjadi rahasia umum jika birokrasi yang selama ini kita kenal masih jauh dari harapan publik. Fakta-fakta yang ada menjelaskan jika penyebab dari hal ini tidaklah berdiri sendiri namun dibentuk oleh struktur-struktur sosial yang ada. Oleh karena itu menganalisis permasalahan birokrasi pemerintah tidak bisa menganalisis disatu sisi pemerintahan saja namun juga menganalisis struktur di masyarakat, budaya dan norma-norma sosial.
Beberapa fakta terhadap birokrasi pemerintahan oleh Wein Arifin diuraikan dibawah ini:
A. Fakta Penyalahgunaan Wewenang (patut diduga)
a. Proses tender proyek
Dalam proses tender sudah menjadi rahasia umum jika pemenang tender dapat diatur dan pemenang biasanya diharuskan memberikan fee kepada pejabat-pejabat terkait.
b. Proses implementasi kegiatan
Beberapa kegiatan seringkali menggunakan budget yang telah di mark up dan dalam proses pelaporannya menggunakan kuitansi palsu.
c. Rekruitmen CPNS
Dalam rekruitmen CPNS sudah menjadi rahasia umum jika terjadi tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi biasanya terjadi dimana agar seseorang lulus menjadi CPNS diharuskan membayar sejumlah uang (antara 70 – 120 juta). Sementara kolusi dan nepotisme terjadi melalui pejabat-pejabat berkuasa yang meluluskan anak, saudara dan masyarakat dikampungnya untuk menjadi CPNS.
d. Pengurusan beberapa ijin
Beberapa pelayanan publik seperti ijin mendirikan bangunan, ijin mengemudi, ijin usaha, pemasangan listrik, dll sangat rentan dengan peluang terjadinya korupsi
e. Pengurusan beberapa dokumen
Beberapa pengurusan dokumen seperti sertifikat tanah, dokumen usaha dll, sangat rentan terhadap peluang korupsi.
B. Fakta Aparatur
a. Masih menonjolkan kepentingan pribadi, koncoisme dan golongan yang sarat KKN.
Pejabat pemerintahan memiliki kecenderungan lebih mementingkan kepentingan pribadi dan golongannya. Kondisi ini menyebabkan tidak berjalannya birokrasi secara profesional.
b. Tidak mentaati perundang-undangan yang berlaku.
Penegakan dan sistem hukum yang lemah menyebabkan pelaksana hukum (aparatur) menjadi berani untuk tidak mentaati hukum/perundah-undangan.
c. Arogan dan tidak memegang teguh jabatan sebagai amanah.
Pejabat yang berkuasa kecenderungan bersikap arogan dan tidak memegang teguh amanah jabatan.
d. Adanya kesenjangan pendapatan / gaji (salary), karena adanya akumulasi honor dan tidak ada pemerataan.
Seringkali pendapatan diluat gaji lebih besar daripada gaji pokok. Pendapatan diluar gaji besar kecilnya sangat tergantung dengan jabatan seseorang di pemerintahan.
C. Fakta Masyarakat
a. Budaya konsumerisme
Disadari atau tidak bahwa globalisasi selain bermanfaat juga membawa penumpang gelapnya yaitu budaya konsumerisme. Setiap hari masyarakat secara tidak sadar telah di doktrin oleh budaya konsumerisme dengan berbagai varia. Penyebaran budaya ini melalui berbagai media seperti televisi, internet dll. Sebagai contoh adalah masyarakat kita sekarang sangat peduli dengan barang-barang ber merk internasional sehingga “martabat” dan “gengsi” akan naik jika menggunakan barang-barang ber merk. Masih banyak contoh-contoh lain yang kondisi menjadi perangsang bagi pejabat untuk mendapatkan uang/pendapatan yang melebihi normal dan jalan pintasnya adalah penyalahgunaan wewenang.
b. Melanggar aturan dianggap suatu kewajaran
Masyarakat seringkali menganggap bahwa pencuri ayam lebih hina dibandingkan koruptor, padahal dua status ini adalah sama-sama pencuri. Kondisi lain adalah masyarakat sudah terbiasa mengambil jalan pintas misalnya membut SIM atau KTP dengan memberi “uang lebih” kepada petugas, padahal kondisi inilah yang mendukung perbuatan korupsi.
c. Pejabat dianggap sebagai sumber dana social
Pejabat dengan posisi yang strategis biasanya secara otomotis memiliki status sosial yang tinggi dimasyarakat. Kondisi ini menjadikan pejabat seringkali dijadikan sasaran oleh masyarakat untuk diminta sumbangan terkait dengan berbagai kegiatan sosial.
d. Kelompok masyarakat tertentu cenderung mempengaruhi pejabat untuk mencapai keinginannya
Kedekatan tertentu warga dengan pejabat yang sedang berkuasan merupakan suatu kebanggaan. Pejabat bercenderungan melakukan hegemoni kekuasaan dan hal ini bersinggungan dengan kecenderungan masyarakat yang sering mempengaruhi pejabat untuk mencapai keinginannya.
e. Kepedulian masyarakat terhadap penegakan hukum masih rendah
Masih banyak kita temui masyarakat yang tidak mau tahu terhadap proses penegakan hukum. Misalanya keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum atau berani menolak setiap ada tawaran terhadap pelayanan publik yang tidak sesuai dengan koridornya.
D. Fakta Aturan
a. Masih lemahnya penegakan hokum
Masih lemahnya penegakan hukum terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme membuka ruang dan kesempatan bagi aparatur untuk melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang. Selain hal tersebut banyak kita lihat jika pejabat-pejabat yang secara inkrah mejadi terpidana dalam suatu kasus namun mendapat hukuman dibawah 5 (lima) tahun penjara dan beberapa fakta menunjukaan mereka hanya dihukum kurungan dibawah 5 tahun dengan berbagai kebijakan pengurangan masa tahanan.
b. Sanksi terhadap pelanggaran UU korupsi masih sangat ringan
Sanksi terhadap terpidana korupsi masih sangat ringan. Kondisi ini menyebabkan tidak munculnya efek jera terhadap terpidana dan hal ini ditambah lagi masih lemahnya peradilan yang patut diduga putusan pengadilan masih dapat dipengaruhi dengan uang.
c. Perangkat aturan belum sempurna
Aturan untuk meminimalisir terjadinya penyalahgunaan wewenang pada dasarnya telah ada namun belum “ditakuti” oleh aparatur pemerintahan
d. Kekerabatan Yang Cenderung Mengalahkan Norma-norma hokum
Praktek kolusi dan nepotisme seringkali menabrak norma-norma hukum yang ada dan kondisi ini menyebabkan terjadinya penyalahgunaan wewenang.
e. Penghargaan dan Sanksi (Reward and Punishment) Belum Membudaya
Hakekat dari perlunya ada reward dan punisment bagi suatu manajemen adalah untuk meningkatkan produktifitas kinerja staf. Perusahaan-perusahan yang baik biasanya menggunakan sistem reward dan punisment yang ketat. Perusahaan menjadi demikian karena dipaksa oleh suatu keadaan dimana mereka diharuskan bersaing dengan pasar dan dipasar hukum yang berlaku adalah siapa yang kuat dia menang.
Sistem reward dan punisment pada dasarnya telah dimiliki oleh penyelenggaraan birokrasi di Indonesia. Permasalahannya adalah sudah sejauh mana sistem ini mampu meningkatkan kinerja dari pegawai negeri? Apakah sistem tersebut telah mampu menstimulasi pegawai untuk bekerja mengejar prestasi (achievment)? Apakah sistem tersebut telah mampu memecat pegawai-pegawai yang tidak bekerja berdasarkan aturan main dan atau tidak menunjukkan prestasi apa-apa.
Beberapa analisis masalah terhadap birokrasi diatas berangkat dari fakta-fakta yang terjadi. Fakta tersebut ibarat kentut yaitu tercium aromanya namun tidak diketahui asalnya, sehingga dapat diartikan fakta-fakta diatas sudah menjadi rahasia umum namun sangat sulit untuk membuktikannya secara hukum.
Proses indentifikasi diatas bukanlah hal yang mengejutkan karena sifatnya hanya mengumpulkan fakta-fakta yang ada dan hal-hal tersebut juga telah diketahui secara umum namun proses ini menjadi sangat penting untuk merumuskan kerangka strategi membangun tata pemerintahan yang baik.
Menurut Suwondo, masalah-masalah birokrasi di Indonesia saat ini antara lain;
a. Birokrasi terjebak pada kekuasaan sebagai tujuan, padahal kekuasaan adalah saranan untuk mencapai program organisasi; birokrasi cenderung mengelak dari masyarakat yang seharusnya dilayani;
b. Birokrasi tidak hanya sbg pelaksana kebijakan, justru cenderung masuk juga ke ranah pembuatan kebijakan;
c. Kegiatan memerinci dan penerapan kebijakan pemerintah menjadi monopoli birokrasi. Akibat keahlian ini termasuk juga kealian teknis, maka rakyat dan juga wakil rakyat sukar sekali untuk melakukan kontrol terhadap mereka.
d. Karena elite penguasa (kepala daerah) mempunyai hak dalam kenaikan karir birokrat, maka kecenderung birokrasi tidak netral dan sangat tergantung pada elite pemeritah dan juga elite politik.
Strategi Untuk Memulihkan Birokrasi
Taufik Nurohman menyatakan bahwa terdapat sembilan strategi yang dapat digunakan untuk memulihkan birokrasi di sebuah negara.
a. Weberisasi
Weberisasi adalah program untuk mengarahkan birokrasi sehingga
menjadi alat pembangunan yang bekerja secara efisien, rasional,
profesional dan berorientasi melayani masyarakat (public service).
b. Parkinsonisasi
Parkinsonisasi merupakan kebijakan menata birokrasi dengan
memperbesar sosok kuantitatif birokrasi.
c. Orwellisasi
Orwellisasi ditunjukkan untuk mendukung pembesaran sosok negara
visa masyarakat, dan pada gilirannya dapat meningkatkan
kapabilitas regulatif negara
d. Jaksonisasi
Istilah ini dikenal untuk konteks Indonesia. Jaksonisasi adalah upaya
untuk menjadi birokrasi sebagai akumulasi kekuasaan negara dan
menyingkirkan masyarakat dari ruang politik dan pemerintahan
sehingga terbentuk apa yang disebut oleh Karl D. Jackson (1980)
sebagai bureaucraty polity.
e. Strategi inti, yaitu strategi yang mempunyai tujuan jelas dan
berhubungan dengan fungsi utama pemerintah, yaitu pengendalian.
f. Strategi konsekuensi, yaitu strategi yang memaksa para pegawainya
untuk mentaati semua peraturan yang telah ditetapkan.
g. Strategi pelanggan, yaitu strategi yang mengutamakan
pertanggungjawaban birokrasi.
h. Strategi pengawasan, yaitu strategi yang menempatkan kekuasaan/
wewenang untuk membuat keputusan, yang pada umumnya
kekuasaan tersebut selalu berhubungan dengan puncak hirarki.
Strategi ini mendorong kekuasaan pembuat keputusan secara
signifikan diturunkan berdasarkan prinsip hirarki yang pada akhirnya akan sampai kepada masyarakat.
i. Strategi kebudayaan, yaitu strategi yang dipengaruhi keempat strategi
di atas yang berarti dengan mengubah keempat strategi itu maka
budaya akan berubah pula.