Mengenai Saya

Foto saya
Perempuan kelahiran Kota Malang yang terus belajar, mencoba, lalu berkreasi
Hai! Selamat datang dan selamat menikmati sajian tulisan-tulisan yang semoga bermanfaat ini. Kotak saran dan kritik sangat terbuka, jadi jangan sungkan-sungkan untuk memberikan komentar. Jangan lupa menuliskan sumbernya ya jika mau merujuk tulisan-tulisan di blog ini. Have a nice surf :)

Selasa, 27 Desember 2011

ESAI: KEGAGAPAN SARJANA INTELEKTUAL


KEGAGAPAN SARJANA INTELEKTUAL
Oleh: Silka Yuanti Draditaswari
Mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang

Ce ce ce cenat cenuuut
Ce ce ce cenat cenuuut ….
(lagu bibir dowersm#sh)

Ketika saya sedang berteduh di bawah atap teras rumah orang karna menunggu hujan reda, saya mendengar lagu Bibir Dower dimainkan dengan keras. Saya pun mencari sumber suara itu. Ternyata, lagu itu mengalir dari handphone pemuda yang sedang nongkrong di gardu pos kamling sebelah. Saya pun berinisiatif untuk berteduh di gardu pos kamling itu, sembari menunggu hujan yang kian deras. Dengan lekas, tas kerja saya jadikan payung sementara, kemudian saya berlari ke gardu tersebut dan duduk di pinggir.
Ketika saya melihat ke belakang, saya melihat pemuda itu, teman-temannya, gitar, beberapa cangkir, termos, kopi bubuk, gula, dan kartu. Sepertinya mereka sedang asyik nongkrong di gardu pos kamling ini. Tak lupa saya menganggukkan kepala dan tersenyum kepada sambil berkata, “Numpang berteduh Bang!”. Pemuda itu pun menjawab, “Okeh!”. Sementara lagu Bibir Dower it terus diputar, pemuda itu menyanyikan lagu tersebut dengan menirukan gaya khas Azis OVJ yang gagap. Mungkin karna lucunya dia menirukan Azis, teman-temannya tertawa menggelagar di derasnya hujan. Saya hanya bisa tersenyum tanpa memandang mereka. Tiba-tiba, pemuda itu menepuk pundak saya sambil membawa gelas, “Kopi?”. Saya, yang pada dasarnya tidak biasa minum kopi, menolaknya sehalus mungkin dengan tangan saya, “Makasih Bang.”. Hening sejenak ia bertanya kepada saya, “Orang kantoran ya mas?”. Saya hanya mengangguk. “Kantor mana mas? Kantor pajak? Kantor pos? Kantor bank? Atau Kantor presiden?”. Saya menjawab bahwa saya bekerja di kantor periklanan. Kemudian keheningan muncul lagi. Namun, beberapa saat kemudian pemuda itu bertanya kepada saya lagi, “Kalo kerjaan buat lulusan s1 manajemen kayak gua ini ada gak ya?”. Dan perbincangan yang tiba-tiba menjadi pemikiran untuk saya pun dimulai dari hujan yang deras itu.
Sempat saya berpikir bahwa kemahirannya dalam menirukan kegagapan bernyanyi seperti Azis adalah bakatnya, karena ia juga gagap dalam pekerjaan. Ya, gagap, dalam zaman yang semakin canggih ini, tidak hanya dimiliki oleh sebuah penyakit, yaitu penyakit gagap. Gagap tidak hanya dimiliki oleh teknologi, yaitu gagap teknologi. Gagap juga menjadi istilah dalam dunia pekerjaan.
Pada dasarnya, gagap adalah kelainan wicara berupa pengulangan konsonan dan suku kata secara spasmodis yang disebabkan oleh gangguan psikofisiologis dan lebih banyak terjadi pada pria. Namun, seiring canggihnya teknologi yang muncul, istilah gagap diberikan kepada orang-orang yang tidak mahir dalam menggunakan teknologi tersebut. Oleh karna itu, muncullah istilah gagap teknologi. Jika melihat istilah tersebut, maka gagap dapat pula digunakan pada istilah pekerjaan, yaitu gagap pekerjaan. Gagap pekerjaan ini diberikan kepada lulusan sarjana yang masih kesusahan dalam mendapatkan pekerjaan.
Tidak sedikit lulusan sarjana yang mengalami gagap pekerjaan ini. Riset membuktikan bahwa gagap pekerjaan yang dialami lulusan sarjana ini mengalami kenaikan sebanyak 20% per tahun. Hal itu disebabkan rendahnya soft-skill atau keterampilan di luar kemampuan kompetensi utama para sarjana. Jika melihat kasus tersebut, maka bisa dikatakan bahwa kualitas Sumber Daya Manusia yang dihasilkan (SDM) belum mencapai kata bagus. Soft-skill ini tidak didapatkan ketika para sarjana fokus kepada kognitif di perguruan tinggi.
Pernah pula ditemukan satu kasus dimana pelamar sarjana informatika universitas swasta ternama melamar suatu pekerjaan di kantor konsultan web. Singkat cerita, ia dikategorikan lolos tahap pertama dan diwajibkan untuk mengikuti tes tulis di kantor. Ketika mengerjakan soal, ia terlihat celingak-celinguk kanan kiri. Kemudian, ia bertanya kepada petugas, “Pak, boleh tidak kalau soal ini saya bawa pulang, saya kerjakan di rumah?”. Terang saja permintaan pelamar itu ditolak oleh petugas. Contoh ini merupakan satu dari sekian masalah yang mencerminkan bahwa sarjana intelektual belum mampu menghadapi dunia pekerjaan.
Sarjana yang mengalami gagap pekerjaan ini mengalami ketidaksiapan mental dalam menghadapi dunia kerja. Tidak siapnya mereka disebabkan oleh kurang pendidikan dalam memberi ilmu lapangan kerja. Pendidikan yang diberikan hanya berupa teori-teori yang harus dipahami peserta didik. Memang teori-teori tersebut haruslah/ sangat penting dipelajari oleh peserta didik, namun pengetahuan/ kreativitas mengenai lapangan kerja, penyiapan peserta didik dalam dunia kerja juga harus diberikan pada peserta didik.
Sayangnya, jenjang pendidikan sarjana di Indonesia kurang menyentuh pelajaran khusus mengenai aspek kognitif dan psikomotorik yang menjadi syarat semua pendidikan. Pembelajaran yang diterapkan adalah pembelajaran yang hanya memberikan tugas untuk menjawab materi soal ujian semata tanpa memahami ilmunya. Mereka cenderung belajar menghafal teks sehingga pemahaman yang didapat cenderung text book, bukan secara mendalam. Lebih lagi, kondisi ini diperparah dengan pola piker sarjana yang kebanyakan menempuh studi dengan tujuan mendapatkan ijazah.
Pada dasarnya, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Seorang pendidik haruslah membimbing dan memfasilitasi peserta didik untuk berkembang sesuai dengan kemampuan yang peserta didik miliki. Selain itu, tugas pendidika juga harus mengarahkan kemampuan positif yang peserta didik miliki menjadi bekal dalam dirinya untuk dunia kerja kelak ia lulus.
Tentu saja bekal tersebut harus dilandasai dengan sikap, akhlak, dan norma yang berlaku. Karna, pada dasarnya pendidikan bukanlah sebuah praktek saja, melainkan praktek yang berlandasan bertujuan filosofis normatif. Filosofis adalah kajian yang bersifat mendasar, sistematis, dan universal tentang ciri hakikat manusia untuk mendapatkan landasan yang kukuh. Normatif berarti pendidikan mempunyai tugas sebagai sesuatu yang bernilai luhur.
Fenomena kegagapan sarjana intelektual ini harus segera dibenahi. Kesadaran untuk membenahi ini harus datang dari pemerintah, pendidik, juga peserta didik. Masing-masing memiliki tugas yang sama pentingnya, yaitu memajukan pendidikan di Indonesia. Oleh karna itu, hakikat pendidikan yang sebenar-benarnya harus diterapkan. Sehingga di saat lulus nantinya sarjana intelektual tidak akan terkena penyakit gagap pekerjaan. Dengan bebasnya dari penyakit gagap pekerjaan, maka tidak akan ada pe.. pe.. pe.. pengangguran in.. in.. in.. intelektual, namun yang akan muncul adalah pemimpin generasi bangsa Indonesia!

1 komentar: