Mengenai Saya

Foto saya
Perempuan kelahiran Kota Malang yang terus belajar, mencoba, lalu berkreasi
Hai! Selamat datang dan selamat menikmati sajian tulisan-tulisan yang semoga bermanfaat ini. Kotak saran dan kritik sangat terbuka, jadi jangan sungkan-sungkan untuk memberikan komentar. Jangan lupa menuliskan sumbernya ya jika mau merujuk tulisan-tulisan di blog ini. Have a nice surf :)

Minggu, 13 Februari 2011

Apek Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi


Oleh: Silka Yuanti Draditaswari
Mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang


ONTOLOGI ILMU
Ontologi jika dilihat dari definisi etimologisnya berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata on/ ontos (ada) dan logos (ilmu), ilmu tentang yang ada. Hakekat dari ontologi sendiri terdiri dari dua, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Hakekat ontologi kuantitatif mempertanyakan tentang apakah itu jamak. Hakekat kualitatif mempertanyakan tentang kualitas. Dalam pembelajaran ontologi mancakup metafisika, asumsi, dan peluang.
Metafisika adalah sebuah landasan yang mendasari sebuah pertanyaan. Metafisika muncul dengan dua aliran, yaitu supranaturalisme dan naturalisme. Supranaturalisme muncul di awal peradaban ketika manusia mempercayai hal-hal bersifat gaib yang ditemukan pertama kali oleh nenek moyang kita. Hal-hal gaib inilah yang menyebabkan banyaknya gejala alam yang terjadi. Aliran naturalisme berbeda dengan supranaturalisme. Naturalisme tidak percaya dengan hal-hal gaib yang mempengaruhi kejadian di alam. Gejala alam yang terjadi disebabkan oleh kekuatan yang ada pada alam itu sendiri. Hal ini terbukti dengan pembelajaran-pembelajaran yang telah diketahui beratus-ratus tahun kemudian.
Asumsi adalah sesuatu yang digunakan untuk mengatasi satu masalah ketika masalah itu kian melebar. Asumsi adalah bukan sembarang pemikiran yang begitu dipilih saja. Asumsi yang dikeluarkan haruslah relevan dengan bidang dan tujuan ilmu yang dikaji. Asumi juga harus disimpulkan dari sebagaimana keadaannya. Asumsi bukan diterka-terka atau dibuat-buat. Peluang adalah kemungkinan yang terjadi dalam ilmu pengetahuan.


EPISTEMOLOGI ILMU
Epistemologi adalah pembahasan mengenai bagaimana kita mendapat pengetahuan dengan benar. Epistemologi bisa dikatakan sebagai ilmu logika yang terdiri dari logika minor dan logika mayor. Hasil dari logika minor dan mayor ini dapat ditarik kesimpulan yang bisa disebut ilmu. Jarum sejarah ilmu pengetahuan sendiri mengikuti perkembangan jaman. Ilmu jaman sekarang dan ilmu jaman dahulu sangatlah berbeda. Hal ini dibuktikan dengan kemajuan tekhnologi yang semakin pesat.
Pengetahuan sendiri merupakan khasanah mental yang secara langsung turut memperkaya kehidupan. Pengetahuan dibentuk oleh tiga aspek, yaitu ontology, epistemology, dan aksiologi. Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan yang sehari-hari dihadapi manusia. Pengetahuan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan kepadanya. Namun, ilmu pengetahuan memiliki batasan-batasannya. Batasan itu adalah pengkajian objek dalam lingkup pengalaman manusia.
Untuk mendapatkan pengetahuan terdapat sebuah prosedur. Prosedur itu adalah metode ilmiah. Metode ilmiah menggabungkan pikiran deduktif yaitu teori dan pikiran induktif yaitu praktik-praktik.

AKSIOLOGI ILMU
Aksiologi diambil dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata axios (niai) dan logos (teori). Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Lebih spesifiknya lagi, aksiologi adalah teori tentang nilai kegunaan ilmu.
Kegunaan ilmu menjadi suatu masalah bagi beberapa golongan ketika moral disandingkan. Golongan yang terpecah menjadi dua. Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologism maupun aksiologis. Dalam hal ini, tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan memberikannya ke masyarakat, tidak memperdulikan lagi mau digunakan apa pengetahuan itu. Golongan kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan moral.
Sedangkan, pada hakikatnya masalah moral tak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih-lebih lagi untuk mempertahankan kebenaran diperlukan keberanian moral. Tanpa landasan moral maka ilmuwan mudah sekali tergelincir dalam melakukan prostitusi intelektual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar